Literasi digital bertujuan memberikan pemahaman dan kecakapan bagi pengguna teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK). Seperti yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan menggelar webinar literasi digital di seluruh kabupaten/kota. Program nasional tersebut telah diluncurkan sejak Mei 2021 dan berakhir pada Desember mendatang.
Seperti halnya webinar yang dilaksanakan untuk masyarakat Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, pada Rabu (7/7/2021), webinar literasi digital mengajak masyarakat berdiskusi dengan lingkup digital culture, digital safety, digital skill dan digital ethics.
Diskusi virtual itu dipandu oleh Harry Perdana dengan mengusung tema besar “Membangun Nilai Positif dan Luhur dalam Interaksi Dunia Maya” serta sejumlah pemateri yang cakap di bidangnya. Mereka adalah M. Sholahudin Nur Azmy (CEO Pasardesa.id), Edy SR (brandpreneur), Ali Rohmat (dosen STAI Al-Husain), Titok Hariyanto (Alterasi Indonesia), serta key opinion leader Jevin Julian (2nd Winner AMI Awards).
Sebagai pembuka diskusi, Sholahudin Nur Azmy membawakan pilar digital ethic di lingkungan media sosial. Ia berpendapat, interaksi antara pembuat konten dan audiens itu penting di media sosial. Dari interaksi itu bisa didapatkan kebermanfaatan informasi, hiburan, dan pengetahuan. Namun tentu jika produsen konten mengunggah konten yang positif, dan audiens menanggapi dengan baik.
Jika konten yang diunggah bermuatan negatif dan ditanggapi pula dengan negatif bisa menimbulkan masalah. Di situlah peran etika digital mesti diterapkan, sebagai jembatan agar dunia digital menjadi tempat yang aman dan nyaman.
“Saat kita pasang status atau mengunggah konten kita harus mempertimbangkan interaksi dengan orang lain. Sebab, di dunia digital ada audiens yang menyimak aktivitas kita. Kalau saya bilang, kita harus hati-hati sebelum minta hati di media sosial,” ujar Sholahudin.
Hati-hati dimaksudkan agar dalam mengunggah konten itu tidak sekadar mengunggah (upload), mencari dan minta perhatian publik. Perlu batasan dan kehati-hatian, serta menjaga privasi. Jangan sampai malah mengunggah hal yang sifatnya pribadi, baik milik sendiri atau orang lain.
“Penting juga dalam berinteraksi adalah baca sebelum bacot. Baca dulu informasi atau beritanya baru memberikan komentar. Seringkali kita temukan judul berita yang sensasional, yang mengundang orang untuk membagikan. Hal ini berbahaya jika kita tidak tahu isinya dan asal share saja,” imbuhnya.
Sementara di ranah kecakapan digital, Edy SR menyampaikan, aktivitas yang dilakukan pengguna di media sosial apa pun bentuknya akan meninggalkan jejak. Oleh sebab itu kemampuan bermedia yang baik sangat esensial dimiliki setiap penggunanya.
“Cara bermedia yang baik dengan menguasai tiga kemampuan, yakni verbal, visual, dan pengalaman. Untuk berinteraksi digital yang positif, tiga kemampuan ini harus dilatih. Karena pengalaman yang baik hanya lahir dari kecakapan verbal dan kecakapan visual yang baik,” sambung Edy.
Hasilnya, apa pun yang diunggah di internet menjadi gambaran diri penggunanya sebagai personal branding.
“Karena itu, hadirkan sisi positif untuk investasi ‘nama baik’ kita. Baik berupa hasil pencarian, penilaian maupun ulasan di berbagai platform digital,” pungkas Edy.