Kamis, November 28, 2024

Kendala pendidikan jarak jauh di era transformasi

Must read

Pendidikan jarak jauh (distance education) adalah pendidikan formal yang berbasis lembaga yang peserta didik dan instrukturnya berada di lokasi terpisah sehingga memerlukan sistem telekomunikasi interaktif untuk menghubungkan keduanya dan berbagai sumber daya yang diperlukan di dalamnya.

”Sederhananya, pembelajaran jarak jauh (PJJ) adalah pendidikan yang diajarkan dari jarak jauh, tanpa ruang kelas secara fisik,” ujar Agus Supriyo saat menjadi pembicara pada webinar literasi digital bertema ”Tantangan Dunia Pendidikan Menjawab Transformasi Digital” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Semarang, pada Selasa 13 Juli 2021.

Secara historis, Agus melanjutkan, istilah pembelajaran jarak jauh utamanya terkait dengan program perguruan tinggi yang memungkinkan mahasiswanya belajar dari jarak jauh. Namun, kini pembelajaran jarak jauh tidak hanya berlaku bagi mahasiswa di tingkat perguruan tinggi. Akibat pandemi, siswa sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan menengah atas, juga mengadopsi sistem PJJ.

Agus mengatakan, ada perbedaan sistem PJJ yang diterapkan di perguruan tinggi dengan pendidikan menengah. Pada penerapan PJJ di sekolah dasar dan menengah, dituntut adanya keterlibatan peran orang tua atau wali murid. ”Ini karena siswa sekolah dasar dan menengah masih dianggap belum dewasa seperti mahasiswa di perguruan tinggi,” jelasnya.

Meski begitu, lanjut Agus Supriyo, sistem PJJ memiliki sejumlah tantangan. Mulai dari karakter anak didik yang harus diketahui dengan baik, observasi minim, penegakan pendidikan disiplin, banyak gangguan lingkungan, maupun beradaptasi dengan sesuatu hal baru.

”Kesehatan mental merupakan masalah besar dalam pembelajaran jarak jauh; interaksi dan keterlibatan sangat penting bagi perkembangan anak muda, dan pembelajaran jarak jauh dapat terasa seperti barikade,” tegas Agus Supriyo.

Adapun tantangan secara makro pelaksanaan PJJ, menurut Co-founer Jelajah.live ini, adalah gap teknologi antara lembaga pendidikan di kota dn daerah, kompetensi rendah dalam pemanfaatan aplikasi, keterbatasan SDM, serta relasi pendidik-perserta didik-orang tua dalam pembelajaran online yang belum terintegrasi.

Dalam paparannya, Agus Supriyo juga memberikan beberapa tips PJJ bagi siswa di antaranya, membuat jadwal dan menepatinya, tentukan ruang khusus untuk belajar, bayangkan situasi yang sama dengan sebelum pandemi, kenali platform digital yang digunakan, ambil waktu untuk beristirahat. ”Jangan lupa! Selalu ikuti semua perkembangan dan tetap menjalin hubungan dengan teman-teman sekelas,” pungkasnya.

Narasumber lain dalam webinar ini, dosen Universitas Negeri Semarang Arif Hidayat menyatakan tantangan dunia pendidikan menjawab transformasi digital, guru harus mampu mengembangkan berbagai inovasi pembelajaran berbasis TIK (pembelajaran inovatif). Karena penerapan E-learning sebagai inovasi dalam pembelajaran akan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.

”Adapun tugas stakeholder pendidikan memberikan layanan prima, cepat, murah, transparan, dan akuntabel. Stakeholder dalam sistem E-learning juga harus melakukan inovasi pelayanan untuk meningkatkan pelayanan,” urai Arif hidayat.

Untuk menopang keberhasilan e-learning maka butuh strategi mulai dari kebijakan berupa aturan, tata tertib, arahan dan lainnya. Kemudian juga SDM (guru, kepala sekolah, pengelola TIK dan admin), maupun konten sebagai sumber belajar, serta software dan hardware.

Dipandu moderator mantan penyiar Radio Dimas Satria, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber Andika Renda Pribadi (fasilitator nasional), Diasma Sandi Swandaru (Peneliti Pusat Studi Pancasila), dan Nadia Intan selaku key opinion leader.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article