Penggunaan internet sebagai akses informasi dinilai sangat perlu diimbangi dengan kesadaran kritis melalui literasi media agar dapat menekan hoaks yang kian sering beredar.
Sebab, kemudahan mengakses informasi akan berpotensi memicu produksi hoaks bila tak disertai kesadaran kritis. Ibarat pedang bermata dua, banyaknya pengguna internet turut menciptakan potensi hoaks berkembang subur juga.
“Perkembangan hoaks di media online dan media sosial sangat pesat dan sudah di level memprihatinkan,” ujar Joko Santoso, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Purbalingga dalam webinar literasi digital bertajuk “Budaya Membaca dan Berpikir Kritis di Era Digital” yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo bagi warga Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Selasa (13/7/2021).
Dalam webinar yang juga menghadirkan narasumber Muhammat Taufik Saputra (Fasilitator Nasional), Delly Maulana (pengajar Universitas Serang Raya), Subeno (Ketua Kwartir Cabang Pramuka Purbalingga) dan dipandu Zacky Ahmad serta Aprilia Ariesta selaku key opinion leader itu, Joko menyebut perlu gencarnya sosialisasi anti hoaks kepada masyarakat.
“Terutama pada mereka anak muda yang sekarang hampir semuanya memakai gadget,” cetus Joko.
Sebab tak bisa dipungkiri, menjamurnya hoaks di era digitalisasi menjadikan literasi media sebagai sebuah kebutuhan yang perlu diprioritaskan. Terlebih Indonesia dengan mayoritas pengguna media sosial dari kalangan pelajar dan mahasiswa.
“Jadi sosialisasi anti hoaks ini perlu dengan pengenalan terhadap literasi media untuk mengakses informasi yang mampu menangkal hoaks,” kata Joko.
Akibat masifnya perilaku netizen di media sosial, lembaga dunia seperti Unesco pun sempat menempatkan Indonesia dalam urutan kelima sebagai negara tercerewet di media sosial di dunia.
Joko mengatakan, untuk menangkal hoaks ada baiknya pertama yang dilakukan mencari referensi berita serupa dari situs online resmi. Bisa juga memanfaatkan grup-grup diskusi anti hoaks untuk menganalisis berita bohong.
“Manfaatkan juga fitur pelaporan berita hoaks di media sosial dan gunakan media lain untuk mengecek konten berita yang terindikasi bohong,” ujar Joko.
Joko membeberkan cara ampuh melawan hoaks tak lain dengan meningkatkan literasi digital. “Jadi literasi digital penting karena dari sini akan tumbuh pengetahuan serta kecakapan masyarakat dalam memanfaatkan media digital,” tegasnya.
Joko menambahkan, dengan literasi digital yang memadai maka warga punya kemampuan untuk menemukan, mengerjakan, mengevaluasi, menggunakan, membuat serta memanfaatkannya secara sehat media digital,” imbuhnya.
Narasumber lain Subeno selaku Ketua Kwartir Cabang Pramuka Purbalingga mengatakan, berpikir kritis di era digital ini tidak sekadar mengumpulkan data dan informasi.
“Lebih dari itu, berpikir kritis butuh melibatkan empat hal. Yakni, yang tertinggi kebijaksanaan, kedua pengetahuan mendalam, dan diikuti dengan informasi dan data yang valid,” kata Subeno.
Dengan berpikir kritis di ruang digital maka pengguna ketika merespon sebuah informasi akan terbiasa bergerak mengecek sumber informasi itu. Respon tersebut melibatkan kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis.
Sebagaimana wilayah lain, di Kabupaten Purbalingga, Kementerian Kominfo juga akan menyelenggarakan serangkaian kegiatan Webinar Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital selama periode Mei hingga Desember 2021.
Serial webinar ini bertujuan untuk mendukung percepatan transformasi digital, agar masyarakat makin cakap digital dalam memanfaatkan internet demi menunjang kemajuan bangsa.
Warga masyarakat diundang untuk bergabung sebagai peserta webinar dan akan terus memperoleh materi pelatihan literasi digital dengan cara mendaftar melalui akun media sosial @siberkreasi.