Kamis, November 7, 2024

Targetkan digitalisasi UMKM, Indonesia wajib belajar dari China

Must read

Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung hampir dua tahun, benar-benar memukul kehidupan bisnis dan ekonomi Indonesia, termasuk pengusaha di level UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) di berbagai jenis usaha. Banyak pelaku UMKM yang tidak sekadar menurun omzet usahanya, tetapi bahkan yang minus hingga menghentikan operasional usaha.

”Satu-satunya solusi untuk bertahan bagi kalangan UMKM di masa pandemi hanyalah terus berjuang meningkatkan omzet penjualan, utamanya dengan menggenjot penjualan lewat online dengan segala daya,” ujar Burhan Abe, jurnalis senior yang lama menekuni dunia digital saat berbicara dalam webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kabupaten Semarang, 24 Juni lalu.

Pentingnya kecakapan literasi digital buat kalangan UMKM sebenarnya sudah lama menjadi concern pemerintah. Termasuk dalam mendukung para pelaku UMKM agar survive di masa pandemi. ”Terkait itu, pemerintah menargetkan dari 64 juta UMKM yang diperkirakan ada sampai 2023, 30 juta di antaranya sudah go digital. Sepanjang tahun 2020, baru ada 8 juta UMKM yang go digital. Lalu naik lagi pada awal 2021 sebanyak 3,7 juta, sehingga saat ini baru ada 11,7 juta UMKM yang go digital,” papar Abe.

Keberpihakan pemerintah pada UMKM sangat mendesak dan tak bisa ditawar. Abe mencontohkan fenomena di China. AliExpress, salah satu unit usaha Alibaba Group yang dikenal sebagai konglomerat bisnis online di China, dengan menggunakan bisnis digitalnya mampu memberdayakan ribuan UMKM setiap hari untuk mengirim beragam produk UMKM China ke 200 negara dengan beragam moda pengiriman seperti DHL, UPS, FeedEx, dan lainnya.

”Yang menarik, karena ongkirnya disubsidi oleh negara, bahkan tidak sedikit item barang yang bisa dikirim free ongkir ke berbagai negara, membuat pesanan ulang (repeat order)-nya tinggi dari 200 negara. Ujungnya, omzet usaha jadi tinggi dan tak dimungkiri, income pajak buat negara jadi lebih gede dibanding subsidinya. Ini strategi marketing bisnis online China yang perlu kita tiru,” cerita Abe lebih jauh.

Burhan Abe menambahkan, peluang meraup omzet pasar digital di Indonesia memang sangat besar. Mengutip catatan Kemendag, omzet transaksi bisnis e-commerce Indonesia dari 2020 s.d. 2021 diprediksi naik dari Rp 2.300 triliun menjadi Rp 2.400-an triliun. ”Sayangnya, masih banyak duit dari transaksi itu yang diambil asing. Pasalnya, meski selama pandemi kalangan milenia banyak belanja, tapi yang dibeli umumnya produk asing. Ini yang mesti diubah mindset-nya,” pesan Abe.

Lantas, apa yang mesti dilakukan oleh UMKM kita untuk merebut omzet dan berkembang lebih maju?

Jawaban Abe: kita butuh kolaborasi. Kerja sinergis yang melibatkan multi-stakeholder. ”Memang perlu langkah lebih besar dan sabar untuk menumbuh kembangkan sektor hulu yang melibatkan multi stakeholder. Jadi, memang tidak bisa UMKM bekerja sendiri. Butuh kolaborasi dengan banyak pihak,” ungkap Abe memapar lebih jauh dalam webinar bertajuk ”Pemberdayaan UMKM Selama Masa Pandemi Covid-19” itu.

Dalam webinar yang dimoderatori Fernand Tampubolon tersebut, Burhan Abe tampil bersama tiga narasumber lain, yakni Dr. Lisa Adhrianti (Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Bengkulu yang juga wakil Japelidi), Miscbhaul Munir (entrepreneur yang juga fasilitator pendamping UMKM), dan Ali Formen Yudha, PhD (dosen Universitas Negeri Semarang), serta Audrey Chandra presenter TV yang tampil sebagai key opinion leader.

Dari perspektif berbeda, Lisa Adhrianti mengatakan, untuk bisa maju dan lebih berdaya saing, UMKM ke depan tidak cukup hanya tahu bagaimana cara onboarding produk-produknya ke beragam lokapasar atau platform dagang elektronik. Sebab, untuk yang ini sudah mesti secepatnya dikuasai.

”Lebih dari itu, UMKM juga mesti segera punya database kontak rekan mitra bisnis yang bakal dibidik. Dan, satu lagi yang penting, UMKM mesti tahu persis mana saja UMKM atau lokapasar yang punya identitas kredibel. Harus diseleksi secara hati-hati,” pesan Lisa yang juga koordinator Japelidi (Jaringan Pegiat Literasi Digital) Bengkulu.

Hal yang juga mesti segera dieksekusi UMKM untuk bisa bersaing di dunia digital yang sangat keras, masih menurut Lisa, adalah keterampilan membentuk personality branding. Bukan semata punya tim yang jago bikin foto dan video untuk membentuk citra istimewa produk di medsos, atau jago bikin kemasan dan delivery yang cepat dan bagus.

”Libatkan pula endoser produknya, lalu bikin influencer yang bertugas bikin testimoni positif tentang produk. Secara bertahap, perlu juga melibatkan nama-nama popular agar produk makin di-branding berkelas, sehingga lama-lama makin membuat UMKM berdaya dan naik kelas. Semua memang butuh kerja keras,” papar Lisa.

Burhan Abe memungkasi diskusi daring dengan menyitir statemen Mark Zuckenberg, bos facebook. ”Risiko terbesar adalah tidak mengambil risiko apa pun. Di dunia yang sedang berubah sangat cepat, satu-satunya strategi yang dijamin gagal adalah dengan tidak mau mengambil risiko.” Nah.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article