Generasi milenial sebagai salah satu potensi Indonesia pada era digital sekarang ini perlu digerakkan supaya memiliki kesadaran membuat banyak konten kreatif untuk membumikan Pancasila.
”Dalam dunia yang serba digital, mobile dan virtual ini, dibutuhkan lebih banyak kreativitas dan kemauan yang kuat untuk membumikan Pancasila. Butuh kerja-kerja kreatif dalam rangka menjadi generasi pengawal Pancasila,” ujar Ryan Sugiarto, Dosen Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta, saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Rabu (13/10/2021).
Sesuai tema webinar kali ini yaitu Kreatif Lestarikan Nilai-nilai Pancasila di Ruang Digital, Ryan menegaskan Pancasila adalah asas bernegara, sumber dari segala sumber hukum dan salah satu pilar penting konstruksi bangunan negara.
”Eksistensi Pancasila sama pentingnya dengan eksistensi negara, tidak bisa dipisahkan dan dicampakkan salah satunya. Keduanya ibarat ikan dan air, saling membutuhkan satu sama lain,” ucapnya.
Logika sederhana ini menunjukkan bahwa membumikan dan memperkuat Pancasila sebagai bagian penting dari negara adalah hal yang tidak bisa lagi ditawar-tawar.
Berbekal digital skills, lanjut dia, generasi milenial yang memiliki kemampuan mengetahui, memahami dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital, bisa lebih kreatif lagi memproduksi konten Pancasila di dunia maya.
Menurut Ryan, bijak bermedia sosial ternyata merupakan bentuk “spiritualitas” baru di dalam bermasyarakat. Dengan kata lain, harus ada kesadaran dalam mengakses dan mengelaborasi informasi publik.
Disarankan ruang diskusi yang sehat dibuka lebar-lebar untuk membangun pemahaman bersama. Warga negara digital harus memahami etika berinternet. Untuk membentuk warga digital yang Pancasilais bisa dilakukan dengan berpikir kritis, gotong royong berkolaborasi kampanye literasi digital.
Baginya, nilai kesetaraan di ruang digital jelas berlandaskan Pancasila, sehingga jelas pula ujaran kebencian, pengucilan, perundungan yang sangat berlawanan dengan kesetaraan. ”Kita boleh mengkritik tapi bukan untuk polarisasi perpecahan, karena kita sangat multikulturalis,” tandasnya.
Narasumber lainnya, Heru Prasetia selaku Pegiat Literasi Digital menyampaikan etika komunikasi yang baik dalam media sosial adalah jangan menggunakan kata kasar.
Selain itu, juga dilarang provokatif, porno ataupun SARA. Kemudian, jangan memposting artikel atau status yang bohong, jangan copy paste artikel atau gambar tanpa mempertimbangkan hak cipta. Jika berkomentar pun harus yang relevan. Dipandu moderator Dannys Citra, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber Muhammad Mustafid (Ketua LPPM UNU Yogyakarta), Albertus Indratmo (Founder & CEO Namaste.id), Ganjar Pranowo (Gubernur Provinsi Jawa Tengah) sebagai Keynote Speech dan Riska Yuvista (Miss Halal Tourism 2018) sebagai Key Opinion Leader.