Risiko keamanan mitigasi teknologi informasi bagi anak remaja saat ini menjadi kebutuhan mendesak. Konsultan Teknologi Informasi Eka Y. Saputra mengatakan, mitigasi penting karena dampak negatif dunia digital itu sangat beragam.
“Yang utama menjadi perhatian salah satunya cyber bullying atau perundungan dunia maya. Ini mencerminkan perilaku agresif dan bertujuan kontinyu atau berkala yang dilakukan melalui media sosial, messaging atau game ke korban yang lemah dan tak mampu membela diri,” kata Eka saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Pendidikan Online: Era Baru Merdeka Belajar” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Senin (18/10/2021).
Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta itu, Eka mengatakan bentuk-bentuk cyberbullying ini dapat berbagai macam. Mulai dari penghinaan, fitnah, umpatan, ancaman, impersonal analisasi atau pencurian identitas, pengkucilan, sampai pelecehan seksual.
Eka mengatakan, selain cyberbullying, dampak negatif dari perkembangan internet saat ini adalah online predatory atau predator siber. Ini perilaku eksploitasi atau pelecehan seksual baik secara psikis, finansial oleh psikopat atau kriminal melalui media sosial, messaging atau game dengan target anak atau remaja.
“Bentuk cyber predatory ini bisa berbagai macam juga,” kata dia. Yang umum ada tiga yakni: sexting yaitu percakapan yang mengarah hubungan seks, lalu ada sextion atau upaya paksa atau ancaman untuk melakukan hubungan seks secara konten, pornografi untuk perampasan uang atau material berharga, dan terakhir revenge porn yakni penyebarluasan konten porno untuk mempermalukan seseorang.
“Waspadai dengan eksposur konten tak pantas bagi anak di ruang digital yang seringkali terlewatkan orangtua,” kata dia. Seperti pornografi, perjudian, spekulasi finansial, permusuhan, SARA, kekerasan dan perang penyesatan ajaran agama dan sains dan antisense.
Mitigasi risiko kejahatan cyber bagi anak bisa dilakukan dengan memberi perhatian dan melakukan komunikasi intensif. “Coba aktifkan fitur child protection, lalu ajarkan etika siber dan perbanyak aktivitas luring serta kenalkan pada kanal pendampingan,” kata dia.
Narasumber lain, pegiat seni tradisi Madha Soentoro mengatakan sudah banyak sekali sistem pendidikan yang diterapkan dalam negeri namun sejauh ini yang menjadi pertanyaan, apakah telah berhasil meningkatkan kualitas pendidikan bangsa.
“Merdeka belajar menjadi satu spirit baru dalam dunia pendidikan Indonesia,” kata dia. Hal ini mengacu pada pemenuhan minat bakat peserta didik sesuai dengan ketertarikannya. Agar setiap potensi murid dapat digali dengan maksimal.
“Setiap anak itu unik memiliki bakat ketertarikan dan potensinya masing-masing pendidikan harus mampu menjadi sarana pemenuhan kebutuhan atau segala potensi tersebut,” kata dia. Webinar yang dimoderatori Tommy Rumahorbo itu juga menghadirkan narasumber dosen HI UNS Setyanto Galan Prakoso, Kepala Biro Kemahasiswaan UAD Choirul Fajri serta Rosaliana Intan Pitaloka selaku key opinion leader.