Kamis, Desember 26, 2024

Ajining diri gumantung saka polahing jemari

Must read

’Ajining Diri Gumantung saka Lathi, harga diri manusia tergantung pada apa yang diucapkan. Ajining Awak Gumantung saka Tumindak, harga diri tubuh badan kita juga tergantung dari apa yang diperbuat’. Pesan bijak ajaran budaya Jawa ini masih relevan dan malah makin relevan. Budayawan dan pengasuh Pesantren Budaya Kaliopak, M. Jadul Maula,  saat berbicara dalam webinar literasi digital: Indonesia Makin Cakap Digital, gelaran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kabupaten Cilacap, 14 Oktober 2021, malah menambahkan pesan budaya kekinian. Apa itu?

Kata Jadul Maula, Ajining Adab dan Budayamu kini Sangat Tergantung Polah Jemarimu. JE-las tujuannya, MA-inkan teknologinya, Riadhoh, Ikhlas dan bernilai Ibadah, Positif dan MU-lailah dari sekarang. Kita paham sekarang, lanjut Jadul, segala sesuatu sangat tergantung pada internet. Berinteraksi sosial dan berbudaya makin tak bisa lepas dari internet. Padahal, ruang digital internet itu tanpa batas. Kalau kita melontar gagasan lewat postingan, responnya juga akan beragam. Tak selalu sependapat. Pasti banyak yang kontra.

”Riset dan redam dalam sabar adalah cara aman agar jemarimu makin bermakna positif buat banyak warga netizen yang kini tercatat 202 juta dan 170 juta di antaranya setiap hari aktif berinteraksi di medsos. Ini tentu juga tak semua positif, tapi juga negatif,” pesan Jadul Maula dalam webinar bertema ”Pilah-Pilih Informasi di Ruang Digital”, yang sempat dibuka dengan keynote speech oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dilanjut pesan Bupati Cilacap, Tatok Suwarto Pamuji.

Risiko negatif yang sering muncul di jagat digital, dalam catatan pembicara lain, Zusdi F. Arianto, Ketua Yayasan Quranesia Amrina Rasyada, adalah banjirnya hoaks daripada berita positif dan inspiratif. Mengapa bisa terjadi?

”Betapapun tingginya jumlah warga netizen yang 64 persen populasi, melahirkan realitas hanya 10 persen yang aktif memproduksi pesan dan konten. Yang 90 persen tampil sebagai pendistribusi pesan dan konten. Dan itu umumnya tanpa ricek dan verifikasi. Makanya, produsen dan penerus berita bohong ya akan besar dan masih terus terjadi, kecuali makin banyak warganet yang terliterasi. Sehingga, sadar dan memahami untuk tidak lagi menjadi distributor pesan hoaks di medsos,” papar Zusdi.

Jadul dan Zusdi sangat antusias mengupas topik tersebut yang dinikmati 250-an peserta secara daring dari seputar Kabupaten Cilacap. Dipandu oleh moderator Yade Hanifa dan presenter TV Adinda Daffy selaku key opinion leader, tampil juga tiga pembicara lainnya. Yakni, Zahid Asmara, filmmaker dan art director Sedino Dadi Wayang Festival, serta Krisno Wibowo, pemred berita online kabarkampus.com.

Yang jelas teknologi hanya sarana, tambah Jadul Maula. Kecakapan digital, mesti diikuti rasa tanggung jawab dan budi pekerti berwawasan keindonesian. Kalau warga digital tak bijak memilah dan memilih informasi di jagat digital yang membanjiri setiap saat, bukan mustahil justru mengancam dan bisa menjadi faktor perusak bangsa.

”Tapi sebaliknya, kalau warganet makin diliterasi, makin cakap dan bijak memanfaatkan ruang digital serta membanjirinya dengan konten positif dan inspiratif, maka upaya menyejahterakan rakyat dengan tetap menjaga kokoh kuatnya budaya kita bisa terjamin aman dan nyaman,” kata Jadul Maula, memungkas diskusi.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article