Demokrasi merupakan hak setiap warga negara dan sikap toleransi juga diajarkan melalui dasar negara Pancasila. Di era digital, media sosial menjadi ruang baru untuk menyampaikan demokrasi secara lebih cepat dan semakin masif dan toleransi hendaknya juga menjadi hal yang mengikuti karena di ruang digital interaksi terjadi tidak hanya dengan orang satu negara tetapi secara global. Hal ini dibahas dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo RI untuk masyarakat Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, dengan tema “Media Sosial Sebagai Sarana Meningkatkan Toleransi dan Demokrasi”, Senin (18/10/2021).
Bersama moderator Bobby Aulia (entertainer), diskusi virtual diisi oleh empat narasumber: Muhamad Achadi (Ceo Jaring Pasar Nusantara), Tb Ai Munandar (dekan FTI Universitas Serang Raya), A. Firmannamal (Praktisi Kehumasan, Kementerian Sekretariatan Negara RI), M. Fatkhurrohman (Pemred Radar Tegal). Serta Rosalina Intan Pitaloka (Duta Bahasa Jateng 2018) yang hadir sebagai key opinion leader. Masing-masing narasumber menyampaikan tema diskusi dari sudut pandang empat pilar literasi digital, digital skills, digital ethics, digital culture, digital safety.
Praktisi Kehumasan, Kementerian Sekretariatan Negara RI A. Firmannamal menjelaskan bahwa kebebasan berekspresi di media sosial merupakan bagian dari bentuk demokrasi rakyat, namun dalam berekspresi juga mesti tahu batasannya. Salah satunya batasan keamanan.
Keamanan digital menjadi salah satu pilar penting dalam literasi digital. Tidak hanya tentang bagaimana melindungi perangkat digital agar terhindar dari peretasan dan sebagainya tetapi juga tentang bagaimana ketika bermedia sosial itu tidak ada yang dirugikan dan terlindungi.
“Kita harus sadar bahwa lawan diskusi di ruang digital itu sangat besar, di Indonesia saja pengguna aktif media sosial sudah lebih dari 50 persen jumlah penduduk. Dengan demikian kita harus mulai mawas diri ketika mengunggah konten pun ketika berkomentar,” ujar A. Firmannamal.
Karena dalam setiap aktivitas di internet selalu meninggalkan jejak digital yang menjadi rekam reputasi penggunanya. Bentuk jejak digital pun bermacam, mulai dari yang pasif seperti riwayat pencarian dan like pada unggahan hingga jejak yang sengaja dibuat seperti komentar dan berbagai jenis konten unggahan.
“Ketika mengunggah konten kita harus sadar bahwa akan ada orang lain yang ikut melihatnya, dan perspektif orang dalam menanggapinya pasti berbeda-beda. Jika itu berupa unggahan yang negatif, dampaknya tidak hanya merugikan orang lain tapi juga bisa berlanjut ke dalam ranah hukum dengan UU ITE dan jejak digital sudah cukup menjadi bukti,” lanjutnya.
Cara stop konten negatif adalah dengan proaktif melapor ke kanal yang disediakan seperti aduankonten.id dengan menyertakan tautan dan bukti berupa tangkapan layar, juga bisa melalui patrolisiber.id yang diserta juga dengan kronologi kejadiannya. Atau dengan memanfaatkan fitur “report” dan “block” di media sosial.
M. Fatkhurrohman menambahkan bahwa dalam beraktivitas di internet itu ada etika yang harus diikuti, yaitu etika tradisional dan etika kontemporer. Di era digital muncul etika kontemporer yaitu etika elektronik yang menyangkut tata cara, kebiasaan, dan budaya yang berkembang karena teknologi yang memungkinkan pertemuan sosial budaya secara lebih luas.
Banyaknya hoaks di internet, dikatakan oleh Fatkhurrohman karena pengguna tidak memahami tata krama dalam berinternet. Etiket di ruang digital atau dikenal netiket adalah menyadari bahwa interaksi di ruang digital dilakukan dengan manusia secara nyata di jaringan yang lain. Sehingga harus sadar dengan etika kesopanan, mematuhi standar perilaku online, juga berpikir kritis dalam mengunggah dan membagikan informasi.
“Etika bermedia sosial adalah hati-hati membagikan informasi, pastikan informasinya benar, tidak mengandung SARA dan bermanfaat. Mencantumkan sumber informasi ketika mengunggah ulang karya orang lain, tidak mengunggah apapun yang belum jelas sumber dan kebenarannya. Gunakan medsos untuk membangun relasi dan meningkatkan kemampuan dan mengembangkan diri,” pungkasnya.