Hasil karya seseorang merupakan hak intelektualitas yang harus dihargai dan dijunjung tinggi karena ide-ide yang membangun. Postingan konten di dunia maya yang bersifat positif, hendaknya menjadi pelecut untuk tidak memproduksi konten yang berbau negatif seperti hoaks, pornografi, ujaran kebencian berbasis SARA, dan lainnya.
“Generasi Z (generasi muda atau milenial), umumnya kini mereka melakukan pembelajaran melalui media internet. Pembelajaran secara online melalui media digital menjadi pilihan di era pandemi,” ujar Rifelly Dewi Astuti, pada acara webinar literasi digital yang digelar Kementerian Kominfo, untuk masyarakat Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Senin (18/10/2021).
Menurut Dewi, selama pandemi hampir semua orang memiliki ketergantungn terhadap media sosial. Beragam aktivitas masyarakat banyak dilakukan secara online melalui internet. Ini terbukti dari survei yang menyebut lebih dari 3 jam per hari dihabiskan masyarakat untuk bermain media sosial. Aplikasi yang paling sering digunakan ialah instagram, tiktok, watshap, youtube, dan lainnya.
”Sosial media menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-harinya. Masyarakat kini mengandalkan media sosial sebagai sarana memperoleh informasi agar tak ketinggalan berita,” ujar Dewi di depan hampir 200 peserta webinar.
Selain informasi, lanjut Dewi, media sosial juga bisa dijadikan sarana untuk berbisnis, hiburan, maupun ajang berinteraksi. Namun, ia berpesan agar dalam menggunakan media sosial harus mengedepankan sikap toleransi dan saling menghargai sesama warganet. Hal itu mengingat Indonesia merupakan negara yang sangat majemuk dan multi kultur.
”Meskipun di ruang digital, namun menjaga sopan santun tetap harus dilakukan. Posting hal-hal yang positif, dan jauhi konten yang berisfat negatif seperti ujaran kebencian, hoaks, pornografi maupun perjudian,” ujar pengajar Departemen Manajemen FEB UI itu.
Berikutnya, Founder dan CEO Jogjania.com Jota Eko Hapsoro mengatakan bahwa ada hal-hal yang harus diperhatikan oleh netizen ketika berada di ruang digital. Salah satunya ialah bagaimana berbudaya di ruang digital dengan cara meghargai hak karya orang lain.
Selain itu, lanjut Jota, era teknologi juga membawa banyak perubahan pada masyarakat. Misalnya, dulu ketika ingin menjadi seorang photographer atau penulis, orang harus belajar jurnalistik. Namun, kini semua orang sudah bisa membuat photo sendiri dan belajar secara otodidak melalui kamera handphone.
Menurut Jota, era digital dan media sosial memberikan masyarakat banyak kemudahan. Selain kemudahan dalam memproduksi konten untuk kemudian mengunggahnya ke media sosial, kemudahan juga didapat dari dukungan perangkat maupun aplikasi yang semakin beragam dan mudah cara pemanfaatannya.
”Hal yang harus diingat saat berada di ruang digital ialah selalu menghargai karya orang lain, dan tidak melakukan plagiasi. Karena menghargai karya orang lain merupakan etika berperilaku di dunia maya. Orang yang baik adalah orang yang mau mengharga hak orang lain,” urai Jota.
Dipandu moderator Nadia Intan, webinar bertema “Posting Konten? Harga Hak Atas Kekayaan Intelektual” kali ini juga menghadirkan narasumber, Zain Handoko, Pengajar Pesantren Aswaja Nusantara, Riffan Azzam Amrulloh, Praktisi Hukum, dan Nanda Candra, sebagai key opinion leader.