Kamis, November 28, 2024

Pentingnya budaya membaca dan hindari plagiarisme

Must read

Minat baca anak di Indonesia masih rendah. Data statistik Unesco menunjukkan persentase minat baca anak Indonesia berada di angka 0,001. Artinya dari 10 ribu anak Indonesia hanya ada satu anak yang gemar membaca.

Data lainnya yang pernah terbit di Kompas.com pada 2019 lalu menyebut minat baca masyarakat di Indonesia berada di urutan ke-63 dari 70 negara.

Hal tersebut dikatakan oleh Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Unsri Palembang, Rindang Senja Andarini dalam webinar literasi digital dengan tema “Tingkatkan Budaya Membaca Generasi Anak Digital” yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo bagi warga Kabupaten Pati, Jawa Tengah, pada Senin (25/10/2021).

Rindang mengatakan dengan masih rendahnya statistik tersebut, perlu adanya penanaman budaya membaca dan juga harus menekankan etika. Etika tersebut diperlukan untuk mengantisipasi hal negatif seperti plagiarisme.

Rindang mengutip dari Napitupulu dkk (2020) yang menyatakan definisi plagiarisme menurut soelistyo (2011) merupakan tindakan menjiplak ide, gagasan atau karya orang lain untuk diakui sebagai karya sendiri.

Selain itu bisa juga disebut menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumbernya sehingga menimbulkan asumsi yang keliru mengenai asal muasal suatu ide, gagasan atau karya.

Internet sendiri tak bisa dilepaskan dari permasalahan plagiarisme. Hasil survei The Josephshon Institute Center for Youth Ethics terhadap 43 ribu anak SMA di Amerika menunjukkan 59 persen siswa SMA mengaku pernah curang dan 34 persennya mengaku melakukan lebih dari dua kali. Selain itu juga diketahui ada 1 dari 3 siswa SMA mengaku menggunakan internet untuk plagiat tugas.

Rindang mengatakan plagiarisme dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berhubungan, bukan hanya dari faktor pendidik saja. Untuk itu, perlu adanya penekanan arti dan pentingnya integritas akademik.

“Pendidik harus membangun komunitas kelas yang berkomitmen dengan integritas akademik. Kemudian juga memasukkan integritas akademik ke dalam serta kurikulum dan aspek penilaian, serta memanfaatkan teknologi untuk deteksi plagiarisme,” ujarnya.

Narasumber lainnya, Dosen Universitas Diponegoro, Augustin Rina Herawati mengatakan ada beberapa faktor rendahnya minat baca anak. Di antaranya orang tua yang kurang menyadari bahwa membaca sejak dini itu penting. “Orang tua sering menganggap bahwa masa kanak-kanak adalah masa bermain sehingga masa kecil mereka dihabiskan untuk bermain bersama teman sebaya,” katanya.

Kemudian juga masyarakat kurang peduli untuk mendirikan taman bacaan. Jika ada taman bacaan yang didirikan di lingkungan sekitar hal itu bisa mengundang anak untuk datang dan membaca buku yang menarik semua dengan usia mereka.

Faktor lainnya yakni perpustakaan sekolah menyediakan buku yang kurang menarik bagi anak-anak. Buku yang menarik bagi anak ialah yang mempunyai tampilan warna-warni dan beraneka macam gambar. Sementara itu buku yang disediakan di perpustakaan sebagian besar telah usang, jenis tulisan kecil, tidak terdapat gambar dan hanya berupa narasi yang membosankan bagia anak.

“Membaca merupakan suatu gerbang untuk mencapai kesuksesan. Karena dengan membaca kita dapat menambah ilmu serta wawasan,” katanya. Dipandu moderator Dannys Citra, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber Irfan Afifi (Penulis & Founder Langgar.co), Ali Rohmat (Dosen STAI Al Husain), dan Seniman, Dibyo Primus, selaku key opinion leader.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article