Dalam beberapa kesempatan, Prof Yohanes Surya, guru besar maestro matematika kenamaan Indonesia sering menyampaikan keyakinannya: ”Tidak ada anak yang bodoh. Yang ada anak yang belum bertemu dan mendapat kesempatan belajar dengan guru yang baik dan sistem pengajaran yang baik”.
Untuk membuktikan keyakinannya, beberapa kali Prof Surya minta Gubernur Papua menyediakan sepuluh anak terbodoh di sekolah di Papua untuk ia ajar sendiri dengan metode Prof Surya. Hasilnya, dua tahun diajar langsung oleh Prof Surya, anak-anak Papua itu sudah bisa tampil sebagai juara kontes matematika kelas dunia dan masuk lima besar terbaik.
Seperti dikutip Dr. Ipah Ema Jumiati, dosen ketua Program MAP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten, analis kurikulum Dirjen Pendidikan Sekolah Dasar Kemdikbud, Dwi Nurani SKM, menyatakan, di era pendidikan 5.0 mendatang, peran guru atau pendidik mesti mengurangi peran learning material provider, dan lebih berperan sebagai fasilitator dan tutor yang menginspirasi peserta didik atau siswa untuk kreatif dan mandiri, menjadi pembelajar sejati di era merdeka belajar. Jadi, kecakapan dan kemandirian anak dalam belajar mandiri sangat menentukan kualitas pembelajaran di kelas.
”Fasilitas ruang digital hanya tool sarana untuk makin memandirikan siswa memburu ilmu dengan fasilitator guru untuk merdeka belajar dengan fokus, tapi bijak memilah dan memilih materi belajar. Di situlah kini peran guru tetap diperlukan kompetensinya. Karena, guru yang kompeten mesti disinergikan dengan kelas online yang penuh siswa kreatif untuk mewujudkan iklim merdeka belajar yang efektif,” pesan Ipah Ema Jumiati saat berbicara dalam webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, 27 Oktober 2021.
Membahas topik, ”Pendidikan Online: Era Baru Merdeka Belajar “, Ipah tampil dipandu moderator Rara Tanjung dan Venabela Arrin, presenter TV yang tampil sebagai key opinion leader dengan tiga pembicara menarik lainnya: Novi Kurnia PhD, dosen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM, Nico Mardiansyah media analys, dan Dr Hasniati, Ssos Msi, dosen Ilmu Administrasi Fisip Universitas Hasanudin Makasar dan asesor BAN PT.
Merdeka Belajar memang terinspirasi pandangan Ki Hadjar Dewantara, tokoh pendidikan nasional, bahwa tujuan pendidikan adalah untuk memerdekakan manusia menuju manusia yang selamat dan bahagia, selamat raganya, dan bahagia jiwanya.
”Karena itu proses belajar dengan online maupun onsite maupun blended learning sekarang ini mampu mengantar siswa menjadi pribadi yang cerdas mandiri dan kompeten di bidang yang ditekuninya dengan bimbingan guru yang bijak dalam meraih prestasi terbaik di ruang kelasnya, baik itu online sistem maupun blended system”, papar Hasniati pembicara lain.
Yang juga mesti diperhatikan dalam merdeka belajar, guru dan orangtua mesti pahamkan pada anak bahwa jejak digital yang ditinggal ditabur di ruang belajar selama belajar adalah ”Surat Kelakuan Baik” yang berlaku seumur hidup. Karena itu, anak mesti mengerti dan hati-hati berinteraksi di kelas online. Saat berburu literasi dan informasi, jangan sembarang mengakses link yang bodong yang tak jelas kredibel sumber dan pengelolanya.
”Biasakan anak dilatih cek fakta ke berbagai aplikasi cek fakta. Jangan sembarang sharing sebelum saring informasi yang meragukan. Kalau ragu, cukup stop di jarimu. Jangan jadi distributor hoaks, karena membuat rusak jejak digital dan buruk buat masa depan anak di masa datang. Mari bijak berdigital agar tetap aman dan nyaman belajar,” pesan pamungkas Novi Kurnia.