Jumat, Desember 20, 2024

Awas jebakan nalar konsumtif, individual, dan intoleran di ruang digital

Must read

Ruang digital adalah dunia tanpa batas berisi himpunan manusia yang berasal dari berbagai latar belakang bahasa, budaya, adat tingkah laku dan kebiasaan. Agar tak terjadi kesalahpahaman dalam berinteraksi dan komunikasi antar warga global yang majemuk itu, dibutuhkan sikap bijak dan beretika saat berada di dunia maya.

Pendapat itu disampaikan wartawan Detik.com Muchus Budi R saat menjadi narasumber webinar literasi digital bertajuk ”Bijak Berkomentar di Ruang Digital” yang digelar Kementerian komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Jumat (29/10/2021).

Muchus Budi mengatakan, perkembangan teknologi digital membawa konsekuensi baru pada sikap gegar budaya, yakni perubahan dari tradisi lisan, tulis, dan menjadi budaya digital. Buku yang telah beberapa abad membawa kita pada kebiasaan membaca yang mendasari tradisi dan terbentuknya sivilisasi manusia, kini tinggal kenangan.

Sementara media digital seperti media sosial, menurut Muchus, adalah sebuah media online yang para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.

”Meski begitu output dari media sosial bukanlah karya jurnalistik yang memiliki kaidah ketat dalam penyaringan sebelum di-publish ke masyarakat luas,” Kepala Biro Detik.com wilayah Jateng DIY itu.

Media digital melahirkan ruang sosial baru yang bernama netizen atau warga digital. Hadirnya netizen merefleksikan adanya kekuatan sipil baru yang bisa melakukan kontrol sosial, politik, memunculkan solidaritas sosial dan pemihakan pada kaum lemah. Solidaritas netizen bisa menggelorakan nasionalisme, persatuan, kebhinnekaan dan menjaga keutuhan NKRI.

”Di sisi lain, ruang media netizen juga menghadirkan kekhawatiran munculnya perpecahan, ujaran kebencian, hoaks, intoleransi, radikalisme dan ancaman bagi keutuhan NKRI,” tutup Muchus Budi.

Narasumber lain dalam webinar ini, founder Langgor.co Irfan Afifi menyatakan, ruang digital merupakan realitas kebudayaan baru yang tidak bisa kita tolak, dan selalu mengajak kita masuk ke dalamnya sehingga diperlukan cara pandang baru untuk meresponnya.

Tantangan dunia digital, menurut Irfan, yakni bagaimana mampu memahami logika era digital ini secara holistik agar kita tidak terjebak pada nalar konsumtif, individual dan intoleran, bahkan penipuan daring yang tidak produktif.

”Dalam kerangka nasionalisme kita akan dipecah belah karena terjadi polarisasi sosial di tengah masyarakat akibat kurangnya pemahaman atas penggunaan informasi digital secara benar dan bijak,” tutur Irfan Afifi.

Ifan menegaskan, satu hal yang harus dilakukan sebelum masuk ke ruang digital ialah mengenali diri sendiri. Memahami literasi digital menurutnya, ialah sebagai proses menerima, mengolah, dan menyebarkan informasi untuk membantu tumbuh kembangnya kemanusiaan yang berdaulat lahir dan batin.

”Jangan sampai dunia digital justru mereduksi nilai-nilai kemanusiaan mengasingkan manusia dengan manusia yang lain. Manfaatkan ruang digital sebagai tempat mencari informasi dan menemukan potensi diri,” pesan Irfan Afifi.

Dipandu moderator Ayu Perwari, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber Tomy Widiyatno (Pekerja & Pengembang Media Seni), Ahmad Wahyu Sudrajad (Peneliti dan Pendidik PP Al Qadir Yogyakarta), dan kreator konten Renaldi selaku key opinion leader.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article