Kecanduan digital lebih sering dikaitkan dengan kecanduan pada gadget, ponsel atau gawai. Ada beberapa ciri kecanduan digital, seperti merasa lebih baik dan lebih menyenangkan saat membuka atau melihat konten, aplikasi atau situs kesukaan.
Kemudian merasa tidak nyaman atau gelisah jika tidak bersama atau dekat dengan perangkat digitalnya. Selanjutnya, merasa keberatan jika tidak bersama perangkat digital walau hanya sebentar.
Direktur Lembaga Survei IDEA Institute Indonesia, Jafar Ahmad, mengatakan kecanduan digital tersebut merupakan salah satu dari beberapa dampak dari penggunaan gadget.
Selain kecanduan, juga ada dampak lainnya seperti media sosial berperan dalam mempengaruhi persepsi dan perilaku publik, mempengaruhi pengambilan keputusan institusi atau kelompok masyarakat, dan bisa membentuk opini publik.
”Media sosial bisa membuat fakta bercampur dengan kebohongan,” katanya dalam webinar literasi digital dengan tema ”Mencegah Kecanduan Gadget di Tengah Pembelajaran di Era Digital” yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Senin (01/11/2021).
Adapun dampak dari kecanduan digital itu sendiri, dari sisi fisik, bisa menimbulkan masalah kesehatan mata hingga mengganggu pola istirahat. Sedangkan dampak buruk pada psikis, yakni menjadi mudah marah, gelisah, panik, bahkan anarkis. Lalu, merasa takut tertinggal karena tidak mengikuti aktivitas tertentu atau sering disebut juga dengan istilah fear of missing out (FOMO).
Kecanduan digital juga bisa menyebabkan stres, depresi, merasa kesepian, sulit berkonsentrasi dan bermasalah dalam hubungan sosial, baik dengan keluarga, teman, rekan kerja atau pasangan.
Ada beberapa cara untuk mengurangi risiko mengalami kecanduan digital ini. Seperti mematikan notifikasi semua aplikasi atau mengaktifkan hanya yang sangat penting saja. Lalu nonaktifkan internet sementara waktu, memakai perangkat digital dan aplikasi saat membutuhkan saja.
”Cara agar tidak kecanduan digital bisa dengan bergabung di komunitas dan forum. Maka aktivitas di dunia maya kita lebih produktif. Banyak belajar, banyak teman dan mendapatkan kemajuan dalam hidup. Cari komunitas produktif dan bermisi positif,” tuturnya.
Narasumber lainnya, Researcher Paramadina Public Policy, Septa Dinata, lebih menekankan pada keamanan digital yang harus dimiliki oleh pengguna. Salah satu yang perlu diperhatikan yakni mengenai kata sandi dalam akun platform digital.
”Kata sandi adalah benteng pertahanan utama untuk keamanan digital. Pastikan kata sandi Anda tidak dapat diterka. Buat kata sandi yang kuat, terdiri dari 8 karakter, sertakan huruf besar dan kecil, angka dan simbol, serta buatlah kata sandi berbeda untuk setiap akun,” ujarnya.
Menurutnya, dengan kemampuan digital safety ini pengguna bisa terhindari dari kejahatan digital yang mengancam. Salah satunya yakni phishing, yaitu perangkat lunak berbahaya dan penipuan berupa phishing dapat mencuri informasi pribadi Anda atau membahayakan perangkat.
“Selalu waspada terhadap email, pop-up internet, atau teks yang berisi hal-hal yang kabar baik atau buruk tak terduga, meminta data pribadi , terlihat resmi dan terdengar mendesak, atau berisi lampiran,” ucapnya.
Dipandu moderator Bobby Aulia, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber Untoro (guru Pendidikan Agama Islam/PAI), Mohamad Faojin (Pengawas Sekolah Madya PAI), dan Miss Halal Tourism Indonesia 2018, Riska Yuvista, selaku key opinion leader.