Sabtu, November 9, 2024

Etika digital harus jadi pegangan berselancar di dunia digital

Must read

Lalulintas informasi di era digital hadir dengan begitu cepat dan dengan mudah dapat dikonsumsi oleh masyarakat luas. Dalam konteks masyarakat digital, seseorang bisa menjadi produsen informasi, sekaligus dapat menjadi konsumen informasi. Tentunya fleksibilitas tersebut dalam kehidupan era digital memberi implikasi positif dan negatif.

”Implikasi positif dari kemajuan era digital dapat dilihat dari terbentuknya komunikasi massal melalui beragam aplikasi media sosial di level lokal, nasional dan internasional,” ujar Evi Sopandi saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Selasa (2/11/2021).

Sedangkan Implikasi negatif dari kemajuan era digital, lanjut Evi, juga memicu berbagai bahaya seperti: maraknya kejahatan virtual seperti hacking/pencurian data penting yang merugikan banyak orang, penipuan online, penyebaran berita hoaks, ujaran kebencian, konten pornografi yang meresahkan, dan informasi negatif lainnya yang belum tentu kebenarannya yang dapat menjadi daya rusak persatuan bangsa.

”Dalam konteks inilah, wacana etika digital menjadi penting untuk dibahas, bagaimana dan dengan cara apa etika digital dapat ditingkatkan dan kembangkan? Supaya kita dapat memproteksi diri kita dari bahaya dunia digital,” ungkap peneliti madya Pulitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Kemenag RI itu.

Menurut Evi, etika yang berasal dari bahasa Yunani ethikos secara terminologis Etika artinya: penggunaaan, karakter, kebiasaan, kecenderungan dan sikap. Dalam bahasa Yunani kuno ethos (bentuk tunggal) artinya kebiasaan, adat, akhlak, watak perasaan.

”Jadi, intinya etika adalah nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Etika merupakan kumpulan asas atau nilai moral, misalnya kode etik,” jelas Evi Sopandi kepada 300-an partisipan webinar.

Bagi Evi Sopandi, etika digital adalah bijak dalam berselancar di dunia digital, khususnya dalam menggunakan media sosial, memiliki motivasi untuk membaca berita yang utuh sehingga tidak terjebak pada aktor penyebar berita hoaks, peduli dengan lingkungan sosial dan menjaga marwah identitas bangsa, serta bijaksana dalam menjalin hubungan dengan sesama, dan hubungan antar bangsa di media sosial.

”Etika digital harus jadi pegangan saat berselancar di dunia digital. Tanpa pegangan etika konsekuensinya bisa fatal. Sebab, di era digital orang bisa dengan bebas mengunggah hal apa saja, termasuk kebencian etnis, agama, dan mencoreng harga diri bangsa,” tutup Evi Sopandi.

Dari perspektif pilar budaya digital, guru PAI (Pendidikan Agama Islam) SDN 7 Batusari Siti Kusrini menyatakan, digital culture merupakan bentuk aktivitas masyarakat di ruang digital dengan tetap memiliki wawasan kebangsaan, nilai-nilai Pancasila dan kebhinnekaan.

Saat ini, kata Siti, penggunaan internet telah mengubah gaya hidup dan pendapat orang secara signifikan dalam beberapa cara. Berbagai bentuk kehidupan modern tidak terlepas dari keberadaan internet, begitu juga tak berbeda dengan kebutuhan orang terhadap berbagai pengetahuan.

”Meski begitu, harus diingat bahwa tidak ada sistem yang 100 persen aman. Semuanya memiliki celah yang dapat dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, sehingga mengklik link sembarangan di internet cukup berbahaya,” ungkap Siti Kusrini.

Siti menegaskan, apa yang bisa terjadi pada link tautan aktif yang disebarkan di internet dan sampai pada Anda? Sebut saja pencurian data, malware, virus, ransomware, dan mungkin yang terburuk, mengosongkan isi rekening ATM, itu yang terjadi jika Anda tidak berhati-hati.

Adapun bahaya mengklik link tautan secara sembarangan di antaranya jaringan koneksi jadi down, terpapar iklan konten negatif, penipuan, media digital terbobol, pengambilalihan akses, dan lainnya.

Dipandu moderator Rara Tanjung, diskusi virtual bertajuk ”Kenali Bahaya di Dunia Digital: Jangan Asal Klik di Internet” ini juga menghadirkan narasumber Nyarwi Ahmad (Direktur Eksekutif Indonesia Presidential Studies), Imam Wahyudi (Anggota Dewan Pers 2013-2019), dan Musisi Sony Ismail selaku key opinion leader.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article