Peran media sosial di ruang digital diakui semakin digdaya. Sebagai sarana penekan, penyalur aspirasi publik dalam turut menyetujui atau menolak suatu kebijakan public, makin tampak powerful. Betapa tidak. Sebagai penekan sosial, ia didukung 170 juta warga aktivis medsos, lebih dari 61 persen populasi negeri yang 274,6 juta. Warga medsos mampu melahirkan the power of viral sebagai sarana mengumpulkan dukungan terhadap suatu kebijakan atau tindakan yang dinilai tak selaras dengan nurani masyarakat.
Mengutip Eko Nuryono, seorang digital media specialist, kini biasa terjadi kalau ada jalan rusak atau pembangunan pemerintah yang tak selaras, direspons viral dengan foto kubangan yang dijadikan panggung peragawati sebagai bentuk kritik cerdas. Atau, Kapolres yang menganiaya anak buah, videonya diviralkan hingga sang Kapolres dimutasi. Itu semua merupakan bentuk positif dari peran medsos untuk menggalang kekuatan demokrasi yang positif. Walau, terkadang juga terjadi, peran itu disalahgunakan banyak pihak sehingga memunculkan sisi negatif medsos.
”Ini tentu butuh warganet dengan kecakapan digital yang makin cerdas dan bijak, untuk menanggulangi agar tidak memunculkan korban dalam penggunaan medsos yang salah. Agar medsos tetap terjaga perannya sebagai pilar baru, saluran baru dalam berdemokrasi,” papar Eko Nuryono, saat berbicara dalam Webinar Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kabupaten Sukoharjo, 5 November 2021.
Membahas topik seru: ”Media Sosial sebagai Wadah Demokrasi”, webinar yang diikuti 350-an peserta itu dibuka dengan keynote speech Presiden Joko Widodo, dilanjut pesan dari Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan Bupati Sukoharjo Etik Suryani. Sementara, selain Eko Nuryono, diskusi virtual yang dipandu moderator Yade Hanifa itu juga menghadirkan tiga pembicara lain: Diasma Sahdi Swandaru, Kabid Advokasi dan Kerjasama Pusat Studi Pancasila UGM; Yulianto Sudrajat, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Tengah; dan Aditia Purnomo, penulis dan social media planner. Selain mereka, hadir pula Cindy A. Endge, kreator konten yang tampil sebagai key opinion leader.
Yulianto Sudrajat dalam paparannya mengatakan, The Five Estate atau kekuatan pilar kelima, menunjukkan daya tekan medsos dalam mempengaruhi kebijakan publik pemerintah yang makin nyata. Juga, cukup efektif sebagai penyalur aspirasi publik yang demokratis melalui banyaknya partisipasi publik yang bisa digalang di ruang digital kita.
Kalau dikelola secara positif dan cerdas, lanjut Yulianto, medsos pun dapat menjadi saluran aspirasi yang mempengaruhi pola pikir masyarakat untuk menggerakkan peran sosial yang positif. Dengan menyadari itu, Gubernur Ganjar Pranowo atau Anies Baswedan kini juga membuka akun atau channel langsung sebagai media sarana publik untuk menyampaikan aspirasi rakyat, dan berhasil direspons lebih cepat secara langsung.
”Ini bentuk komunikasi pemerintah yang egaliter dan responsif, membuat fungsi demokrasi lebih mudah diwujudkan demi kesejahteraan rakyat yang lebih bagus,” tambah Yulianto.
Sementara itu, Aditia Purnomo berpendapat, mengingat daya tekan medsos yang makin kuat, masyarakat harus makin ditingkatkan kecakapan digitalnya dalam berapa program, termasuk webinar ini. Karena, jika kecakapan digital ditingkatkan, masyarakat menjadi kritis dan tak mudah terkecoh oleh pihak-pihak yang menyelewengkan medsos sebagai sarana penyebar kebencian.
Biasanya, kata Aditia, hal itu diekspresikan dengan beragam konten kritik, tapi tidak solutif. Asal mengobral aib pemerintah atau pemimpin yang dikritik, tanpa memberi data dan saran jalan keluar. Lebih kuat menyalurkan dendam kebencian pada sosok pemimpin.
”Di sini, rakyat mesti kritis dan bijak menyikapi provokasi medsos semacam itu. Dengan memiliki kecakapan digital di empat pilar, terlebih dalam digital ethics, digital skill dan digital culture, masyarakat bisa terhindar dari beragam provokasi dengan bentuk beragam isu di ruang digital. Thinking dan saring before sharing jadi kunci pencegah provokasi itu gagal atau terus. Jari yang cerdas dan bijaklah penentunya,” Aditia berujar, memungkas webinar.