Kamis, Desember 26, 2024

Hindari pusaran informasi, etika dan kecakapan berbagi informasi di ruang digital

Must read

Transformasi digital membawa masyarakat berada pada pusaran derasnya informasi, karena semua orang bebas membuat dan menyebarkan informasi. Namun, derasnya arus informasi dapat membuat warganet terseret arus jika tidak memiliki kemampuan literasi digital. Itulah antara lain materi yang dibahas dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo dengan tema ”Pilah Pilih Informasi di Ruang Digital” untuk masyarakat Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Selasa (9/11/2021).

Kegiatan kali ini dipandu oleh entertainer Bobby Aulia dengan menghadirkan empat narasumber: Jarot Waskito (Videografer), A. Zulchaidir Ashary (Digital Marketer), Muhamad Achadi (CEO Jaring Pasar Nusantara), dan Mujiantok (CEO Atsoft Technology). Selain mereka, hadir pula Fadhil Achyari (2nd Ru The New L-Men Of The Year 2020) sebagai key opinion lealder. Masing-masing narasumber membahas tema diskusi dari sudut pandang empat pilar literasi digital yang meliputi digital ethics, digital culture, digital skill, dan digital safety.

Jarot Waskito melalui paparannya menjelaskan banjir informasi menuntut pengguna media untuk tidak lengah, dan berpikir lebih jernih ketika menerima informasi agar tidak terjebak pada pusaran informasi yang tidak semuanya positif. Sebebas-bebasnya bermedia tetap ada batasannya, yaitu etika.

Dalam beraktivitas di ruang digital ada etika dan etiket yang harus diikuti. Yaitu aturan norma dan nilai serta tata krama yang harus praktikkan agar interaksi di ruang digital tidak saling melanggar hak orang lain. Di dunia daring, meski tidak bertemu secara langsung, setiap pengguna tetap harus saling menghormati orang lain. Jika ditarik dalam konteks keindonesiaan, konsep bermasyarakat di ruang digital itu sama-sama masuk dalam kondisi keragaman dan kemajemukan, sehingga perlu menjadi warga digital yang berperilaku etis.

“Bermedia digital itu kita perlu sadar dan siap menanggung konsekuensi dari apa yang dilakukan. Ketika mengkomunikasikan informasi juga menuntut kejujuran, sehingga ada tanggung jawab dalam setiap konten yang dibuat dan informasi yang disebarkan. Membagi informasi baiknya mengindahkan prinsip kebajikan, mengedepankan sisi kebermanfaatan, kemanusiaan, dan kebaikan,” ujar Jarot Waskito kepada 200-an peserta webinar.

Etika bermedia sosial itu perlu mempertimbangkan dampak informasi yang disampaikan ke publik. Harus ada verifikasi dan validasi atas informasi sehingga konten negatif dapat berkurang. Jangan sampai ikut berpartisipasi menimbulkan kegaduhan di ruang digital karena informasi yang tidak jelas kebenarannya.

“Perlu kemampuan kritis sebelum memutuskan mengunggah informasi. Sejak dini menanamkan etika digital, khususnya pada anak dan remaja sebagai kelompok yang rentan dengan sasaran kejahatan. Juga karakter ekspresif perlu dibatasi dengan kemampuan etika digital, tanamkan sopan santun dalam berkirim pesan, edukasikan untuk bertanggung jawab terhadap apa yang ditulis, dan ajarkan untuk berpikir dan tidak tergesa-gesa dalam membagikan konten,” terangnya.

Ada jejak digital yang tidak boleh diabaikan. Jejak digital ibarat bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Meninggalkan jejak yang buruk akan merugikan diri sendiri, sehingga harus diperhatikan kembali sebelum menulis komentar, serta hanya membuat jejak positif dan membangun citra positif.

Digital Marketer  A. Zulchaidir Ashary menambahkan bahwa ada sejumlah kecakapan digital yang mesti pahami oleh warganet dalam menggunakan internet. Di antaranya terampil dalam menggunakan peramban dan memanfaatkan mesin telusur untuk mencari informasi.

“Kemampuan yang perlu kita miliki di tengah banyaknya informasi adalah bagaimana kita mampu menyaring informasi, mengetahui cara pemecahan masalahnya dengan berpikir kritis dan kreatif. Saring sebelum sharing, cek lagi sumbernya, pastikan validasi data dan waktu penerbitan informasi,” jelas A. Zulchaidir Ashary.

Ada tiga pertanyaan sederhana untuk mendeteksi suatu informasi itu hoaks atau tidak. Pertama, cari tahu dari mana asal sumber berita itu. Lalu apakah ada yang janggal setelah membaca secara menyeluruh. Serta paling penting, bagaimana perasaan setelah membaca informasi tersebut. Jika menimbulkan provokasi bisa dimungkinkan informasi tersebut hoaks, karena salah satu ciri hoaks adalah bernada provokatif dengan judul bombastis serta mengajak untuk disebarkan.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article