Transformasi digital adalah saat peralihan manusia dari cara-cara konvensional ke digital. Tantangan transformasi digital yang mendisrupsi segala bidang adalah bagaimana warga digital dapat memanfaatkan ruang digital yang borderless ini dengan baik dan positif. Hal ini dibahas dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kota Semarang, Jawa Tengah, dengan tema “Milenial Makin Cakap Digital: Membangun Ide Tumbuhkan Motivasi”, Kamis (18/11/2021).
Diskusi dipandu oleh Rara Tanjung (presenter) dan diisi oleh empat narasumber: Yos Johan Utama (Rektor Universitas Diponegoro), Irwan Saputra (Digital Communication Consultant), Zainuddin Muda Z. Monggilo (Dosen Ilmu Komunikasi Fisipol, Universitas Gadjah Mada), Bambang Pramusinto (Kadis Kominfo Kota Semarang). Masing-masing narasumber menyampaikan tema diskusi dari sudut pandang empat pilar literasi digital, digital ethic, digital skill, digital culture, digital safety.
Rektor Universitas Diponegoro Yos Johan Utama mengatakan, kondisi masyarakat hari ini tengah berada pada era revolusi 4.0 di mana kehidupan manusia berdampingan dengan penggunaan teknologi digital. Keberadaan internet mendisrupsi cara-cara kerja lama ke cara-cara baru yang lebih cepat dan efisien. Dunia digital menghadirkan segala kompleksitasnya, namun di tengah itu manusia dituntut untuk tetap positif dalam menghadapi peralihan tersebut.
Kompetensi dalam menghadapi transformasi tidak hanya membutuhkan kecakapan digital dan pengetahuan, tetapi juga harus punya attitude atau sikap yang baik. Dalam kata lain etika di ruang digital itu tetap dibutuhkan. Secara sederhana bermediadigital itu butuh kesadaran dan kesediaan diri untuk melakukan suatu perbuatan kewajiban dan meninggalkan suatu larangan.
“Etika itu lebih dari sekadar patuh pada suatu aturan, tetapi harus memenuhi value, norma, dan situasi. Seseorang harus punya motivasi dalam dirinya untuk berorientasi pada tujuan dari perbuatan yang membedakan antara yang baik dan yang buruk. Sedangkan norma adalah dasar legalitas perbuatan itu positif atau negatif dan sifatnya lokal. Dan situasi menunjukkan sisi kontekstual untuk membedakan perbuatan yang tepat dan tidak tepat,” jelas Yos Johan Utama kepada 500-an peserta webinar.
Jadi cakupan etika adalah baik dalam nilai, dibenarkan oleh norma serta tepat dalam tujuan. Etika digital bukan lagi dilakukan karena takut dengan sanksi yang dapat diterima, tetapi beretika adalah sebuah kebutuhan dan kewajiban bersama. Etika bukan sekadar norma hukum, melainkan ada kepatutan, kesantunan, kebijaksanaan, keterbukaan, dan konsistensi.
“Inti pokok dari etika digital adalah selalu berpikir positif, memiliki tenggang rasa, menghormati sesama, toleran, rukun, santun, dan jujur. Makanya dalam bermedsos itu harus bijak, mikir dulu baru kirim, dan saring dulu baru sharing,” imbuhnya.
Sementara itu, Kadis Kominfo Kota Semarang Bambang Pramusinto menambahkan, transformasi digital menciptakan budaya baru yaitu budaya digital. Budaya digital menjadi prasyarat melakukan transformasi. Secara keseluruhan budaya digital merupakan gaya hidup dan perilaku yang dibentuk melalui inovasi di mana manusia hidup di zaman dengan teknologi untuk membantu mengambil keputusan kehidupan sehari-hari.
Dalam budaya digital disokong oleh empat pilar dimana individu atau pegawai harus saling berkolaborasi yang mendorong pada pemberian layanan dan interaksi yang baik, serta mengoptimalkan risiko positif dan mencoba hal baru.
Budaya digital di lingkungan Diskominfo Kota Semarang, kata Bambang Pramusinto, membutuhkan service provider atau sumber daya manusia yang baik, punya peran untuk melakukan integrator data, dan diseminasi informasi.
“Diskominfo mempunyai peran untuk mengawal agar budaya digital bergeser ke budaya yang positif, mengelola informasi agar budaya yang tercipta adalah budaya yang positif sehingga lingkungan digital itu nyaman bagi semua pengguna,” tutupnya.