Etika digital merupakan kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital dalam kehidupan sehari-hari.
Bahwa menggunakan media digital mestinya diarahkan pada suatu niat, sikap dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama.
Hal tersebut dikatakan oleh Co-Founder Pena Enterprise, Ismita Saputri dalam webinar literasi digital dengan tema “Menjadi Pejuang Anti Kabar Bohong (Hoaks)” yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo bagi warga Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, pada Kamis (18/11/2021).
Etika digital tersebut dapat diwujudkan seperti dengan tidak berkomentar negatif, berdebat untuk hal yang tidak penting, mencampuri urusan orang lain bahkan memfitnah, meretas akun milik orang lain, menjelek-jelekkkan orang lain, menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian, serta tidak mengakui kesalahan dan anti minta maaf.
Ismita mengungkapkan hoaks atau berita bohong itu merupakan informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah benar adanya.
“Hoaks ini bertujuan membuat kita merasa tidak aman, tidak nyaman dan kebingungan. Dalam kebingungan, kita akan mengambil keputusan yang lemah, tidak meyakinkan dan bahkan salah,” tuturnya.
Ismita mengatakan dampak dari hoaks itu bisa memicu perpecahan, menurunkan reputasi, membuat fakta menjadi sulit dipercaya hingga korban jiwa.
Ismita mengatakan untuk meminimalkan terpapar hoaks, bisa dilakukan dengan cara cek dan ricek link yang diterima, “Jika tidak menggunakan tanda gempok, bukan https dan menggunakan URL yang aneh, pastikan itu adalah hoaks atau link palsu,” ujarnya.
Selanjutnya, Ismita menyebut dalam beraktivitas di platform digital ini, dengan mengimplementasikan etika digital maka pengguna akan dapat menyebarkan informasi yang bermanfaat dan inspiratif, melakukan siskamling digital, dan bijak bersosial media.
Ismita juga menekankan informasi yang beredar di platform digital kalaupun benar, pengguna harus bisa memahami bahwa tidak semua konten pantas disebar dan bermanfaat.
Narasumber lainnya, Dosen FSIP Unpad, Ahmad Buchori lebih menekankan pada budaya digital yakni prasyarat dalam melakukan transformasi digital karena penerapan budaya digital lebih kepada mengubah pola pikir (mindset) agar dapat beradaptasi dengan perkembangan digital.
Buchori mengungkapkan pengguna juga harus memahami dalam pemanfaatan internet juga ada bahaya yang tersembunyi. Beberapa di antaranya seperti cyberbullying, stalking, porn, dan lainnya.
Lanjut Buchori, pemanfaatan internet secara baik, tepat guna, aman sesuai etika, dan norma yang berlaku yakni harus ada revolusi mental.
Revolusi mental tersebut yaitu memanfaatkan internet untuk mencari informasi data, gambar dan pengetahuan, sebagai sarana hiburan dan penyegaran pikiran untuk anak, sarana pembelajaran yang interaktif untuk berbagai bidang ilmu pengetahuan, sarana untuk mengoleksi gambar, lagu, video.
“Jejaring sosial bisa untuk tempat mencari teman dan sebagai wadah untuk mengembangkan kreativitas serta berinovasi,” ucapnya. Dipandu moderator Ayu Perwari, webinar kali ini juga menghadirkan Khairul Anwar (Marketing & Communication Specialist), Syamsul Falah (Dosen IBN Tegal), dan Travel Blogger dan Content Creator, Decky Tri, selaku key opinion leader.