Transformasi digital nyata makin mengubah segala relung kehidupan kita. Terlebih setelah diakselerasi, dipercepat dengan hadirnya pandemi Covid-19, transformasi digital makin tak terhindarkan. Dari sekolah yang dipaksa migrasi ke ruang kelas online, juga adanya PPKM yang membuat semakin banyak karyawan bekerja dari rumah (WFH), ternyata belakangan malah menemukan system dan formula digital yang cocok. Sehingga, rapat kantor bisa digelar dengan Zoom Meeting atau aplikasi digital lain. Lebih hemat, karena tak perlu snack dan makan siang. WFH juga membuat tak perlu ada anggaran transpor ke kantor atau kuliah. Serba cepat, mudah, dan ternyata lebih efisien.
Namun, berinteraksi dengan banyak orang tanpa sekat wilayah dan ruangnya bebas akses internet, menjaga emosi dan etika santun tetap wajib. ”Ingat, bangsa kita dikenal sebagai bangsa yang multikultur, beragam suku dan agama, tapi tetap punya tata krama dan ramah. Itu sudah jadi stereotype positif bangsa kita,” ujar Jota Joko Hapsoro, fouder dan CEO Jogjania.com
Itu sebabnya, Jota terkejut ketika pada masa pandemi pelaku netizen kita pada 2020 membengkak menjadi 202 juta warga. Kemudian, ketika disurvei Microsoft, dari 32 negara kita menempati rangking 29 sebagai netizen yang paling tak sopan.
”Bukannya malu, malah kita menambah buruk dengan ramai-ramai menyerbu ke akun Instagram Microsof sampai ditutup. Kapan bisa berubah kalau karakter etika digital kita tak bisa menjadi santun dan bijak,” papar Jota Eko Hapsoro, saat tampil sebagai pembicara dalam Webinar Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital yang digelar Kementerian Kominfo untuk warga Kabupaten Cilacap, 19 November 2021.
Membahas topik ”Keterampilan Digital di Era Pandemi”, webinar yang menurut catatan Murniandhani Ayusari – pembicara lain – pecah telur diikuti oleh 11.000 peserta, dibuka secara daring oleh Presiden Jokowi lewat keynote speech-nya. Disambung kemudian dengan pengantar dari Gubernur Jateng Ganjar Pranowo serta Bupati Cilacap Tato Suwarto Pramuji.
Selain Jota dan Murniandhani dari kreator konten Jaring pasar Nusantara.id, webinarf yang dipandu moderator Muhwid itu juga menghadirkan dua pembicara lain. Mereka adalah Sani Widowati, Princenton Bridge Year on site Indonesia dan Widiasmorojati, seorang entrepreneur. Ikut pula bergabung Chintya Ardilla sebagai key opinion leader.
Respon tak sopan masih berlanjut belum lama ini oleh netizen + 62. Jota melanjutkan info up datenya. Belum lama, produk global Adidas melansir produk terbarunya dengan bentuk sepatu yang didesain dengan corak batik, tapi disebut batik unik itu karya desainer Malaysia. Lagi-lagi, netizen kita ngamuk dan menyumpahin Adidas, hingga Adidas men-take down iklan produk barunya.
”Padahal, mestinya bukan begitu meresposnya. Ajak diskusi baik-baik, ajak kolaborasi Adidas dengan seniman batik kita untuk buat produk lain. Tawarkan desain yang lebih ciamik dan menarik, akan lain respon dan hasilnya. Ruang digital tetap mesti dijaga sopan-santunya, dan jaga emosimu saat berinteraksi. Karena, beda negara, beda budaya dan tatakramanya akan beda juga, hargai dan hormati itu”, saran Jota.
Mengembangkan skill digital memang suatu keharusan. Karena itulah kata Murniandhani Ayusari, modal untuk meraih kesempatan dalam persaingan global yang makin ketat. Tapi skill digital yang makin update dan kompeten juga mesti diimbangi dengan jaga emosi. Jangan mudah marah, karena hal itu juga merusak jejak digital yang merusak nama baik brand bangsa kita di tataran lingkungan global dunia digital yang borderless.
”Kalau kecakapan diunggah, emosi di-downgrade, kendalikan. Banyak peluang bisa kita rebut. Dan kalau tantangan bisnis yang makin dinamis bisa direbut, otomatis banyak rezeki bisa mengalir ke rekening pundi-pundi kita buat menghidupi tetangga dan banyak warga bangsa yang makin terpuruk digebuk pandemi,” pungkas Murniandhani.