Beban seorang guru ke depan memang makin berat. Setiap tanggal 25 November, dalam perayaan Hari Guru Nasional, beban berat guru itu terus di-refresh, diingatkan dengan beragam tantangannya. Terlebih kini di saat berlangsung migrasi sistem pembelajaran di sekolah, guru dipaksa migrasi ke ruang digital yang terkoneksi internet secara online. Meski tergagap, semua guru mesti menjalani dengan beragam problematikanya.
Mengutip Hillary Brigitta Lasut, anggota Komisi I DPR RI, yang kita hadapi saat ini memang masih banyak guru memiliki akses handphone yang belum sesuai device up to date. Belum punya smartphone yang sesuai harapan dan kebutuhan. Jelasnya, banyak guru hanya punya handphone jadul. Belum lagi di banyak daerah terpencil, problem jaringan internet belum memungkinkan guru bisa berperan maksimal melakukan beragam target pembelajaran online.
”Itu semua menjadi beban guru dengan tantangan transformasi digitalnya. Menjadi PR yang mesti dikolaborasikan oleh semua pihak untuk dibantu penyelesaiannya dengan bijak dan segera,” ujar Hillary Brigitta Lasut saat memberikan pengantar diskusi dalam Webinar Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital yang digelar oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Kamis (25/11/2021).
Mengupas topik khusus: ”Pergeseran Peran Guru Era Generasi Digital”, webinar dibuka secara virtual oleh Presiden Joko Widodo dengan menyampaikan keynote speech, dilanjut pesan pengantar dari Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, lalu Hillary Brigita Lasut, dan Bupati Magelang Zaenal Arifin yang tampil live.
Diskusi virtual yang diikuti 650-an peserta itu menghadirkan empat pembicara: Dr. Jafar Ahmad, SAg Msi, Direktur IDEA Indonesia; Frans Jalong, dosen Fisipol UGM; Ahmad Baedowi, praktisi dan pengamat pendidikan, dan Dr. Aryadi Wijaya, MSi, dosen Strategi Pembelajaran Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta. Mereka dipandu oleh moderator presenter TV Nabila Nadjib, ditambah Dr. Endy Agustian M,Eng, Duta Pendidikan Indonesia yang bergabung sebagai key opinion leader.
Dalam paparannya, Jafar Ahmad menjelaskan, makin beratnya tantangan guru di masa depan tak lepas dari tantangan problematika siswa ke depan yang makin kompleks dan rumit. Kecakapan digital, khususnya keamanan digital, dalam kehidupan di segala lini akan menjadi tantangan produk pendidikan kita yang mesti dihadapi para siswa setelah lulus pendidikannya.
Mengutip data Polisi Siber, Direktur IDEA Indonesia ini menambahkan, pada 2019 saja ada laporan 39 juta serangan siber di berbagai institusi dan lembaga negara secara masif. Bahkan, pada 2020 dalam 8 bulan pertama Polisi Siber kita mengindentifikasi kenaikan hampir lima kali lipat serangan siber itu, menjadi 189 juta serangan. Ini jelas ancaman yang sangat serius.
Yang menarik dari identifikasi polisi siber, lanjut Jafar, ada tren serangan siber yang meningkat khususnya dalam kejahatan perbankan di hari Rabu dan sekitar jam 11 s.d. 13. ”Mereka sangat paham titik kelelahan pegawai bank, untuk menebar trik, menebar tipuan untuk minta transfer ke rekening penipu. Ini suatu detail kejelian penipu yang butuh kita waspadai agar tak jadi korban,” urai Jafar.
Terkait itu, Jafar menambahkan, produk pendidikan ke depan yang paling dicari adalah profesi siber security specialist. Itu karena ancaman kejahatan digital yang makin tak terkendali jumlahnya membutuhkan kecakapan digital, khususnya keamanan digital. Karenanya, akan makin dibutuhkan oleh banyak lembaga dan institusi untuk mengatasi. Baik dengan membuat antivirusnya maupun membuat program sistem keamanan siber, yang lebih jago dan mumpuni.
”Di sini dunia pendidikan makin dituntut melahirkan siswa yang makin kompeten bukan hanya menguasai knowledge dalam ilmunya, tapi juga mumpuni menguasai kecakapan keamanan digital yang makin menjadi kebutuhan dalam persaingan global di masa depan,” saran Jafar.
Sementara itu, narasumber lain Ahmad Baedowi mengatakan, guru di masa depan bukan hanya mesti mampu tampil sebagai fasilitator pembelajaran yang makin kompeten dengan memperdalam ilmu pengetahuan yang makin berkembang. Tapui jangan sampai kalah upgrade dalam hal sarana dan prasarananya.
”Tidak ada lagi ponsel jadul. Guru juga mesti menguasai perangkat dan aplikasi pendidikan modern di era digital, sesuai yang menjadi tuntutan jaman. Apa pun peran guru, menjadi teladan dan fasilitator digital buat siswa di kelas merupakan tuntutan zaman yang tak bisa ditunda lagi,” ujar Baedowi penggiat dan praktisi pendidikan.
Frans Djalong ikut urun rembuk. Kata dia, tak dimungkiri lagi, untuk menghadapi tantangan zaman guru masa depan adalah seorang homo digital. Guru yang juga netizen, yang kompeten dan mumpuni bukan hanya cakap digital tapi kompeten dalam mengikuti perkembangan teknologi digital dalam dunia pendidikan.
”Dengan sosok guru yang homo digitalis, berkecakapan digital, maka pendidikan kita bisa menyesuaikan dengan dinamika zaman,” simpul Frans, mengakhiri diskusi.