Jumat, November 1, 2024

Miliki kebudayaan sangat beragam, tantangan Indonesia di era digital sangat tinggi

Must read

Jejak digital yang positif akan berdampak baik bagi pemilik data itu. Sebaliknya, jejak digital negatif kelak bisa menyulitkan para pengguna media digital. Untuk menjaga jejak digital agar positif, sebenarnya tak sulit asalkan punya niat menjalaninya

Itulah pemantik diskusi yang dilontarkan digital marketer Zulchaidir Ashary saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Membentuk Generasi Muda yang Berkarakter di Era Digital” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Jumat (26/11/2021).

Dalam webinar yang diikuti 400-an peserta itu, Zulchaidir menuturkan, menjaga jejak digital yang baik bisa dimulai dengan berpikir jernih sebelum mengunggah konten ke media sosial atau platform lain. “Setiap yang diunggah akan berdampak di kemudian hari,” kata Zulchaidir.

Untuk itu, pengguna disarankan untuk tidak sekalipun mengunggah data pribadi yang sensitif ke media sosial. Sebab hal ini berpotensi dilirik penjahat cyber. “Selalu verifikasi akun, ini sangat disarankan untuk mencegah aktivitas mencurigakan dan membahayakan jejak digital dikorek,” ungkap Zulchaidir.

Selain itu, Zulchaidir meminta pengguna selalu pakai kata sandi yang kuat agar tak mudah dijebol penjahat cyber dan jangan sekalipun memberikannya pada orang lain apapun alasannya. “Menjaga jejak digital juga bisa dengan cara tidak mudah terpancing konten negatif, apalagi sampai ikut menyebarkannya,” jalasnya.

Zulchaidir menuturkan, rawannya data pribadi di era digital ini membuat perlindungan data pribadi menjadi salah satu isu penting di tengah perkembangan ekonomi digital. Perlindungan data pribadi sangat perlu karena mengingat gangguan spam di Indonesia termasuk tinggi.

Catatan tahun 2019 saja, ada sedikitnya 28 kali rata-rata telepon tak dikenal masuk pengguna dalam sebulan. Indonesia nomor 3 dunia soal urusan ini. Lalu ada 46 kali rata-rata SMS tak dikenal masuk perbulan dan membuat Indonesia nomor 10 dunia.

“Juga ada 1.507 kasus penipuan e-commerce dan perbankan digital, 1.404 kasus penipuan online dan 8.389 aduan iklan via email tanpa persetujuan serta 5.000 aduan penyalahgunaan data pribadi,” sebut Zulchaidir.

Narasumber lain dalam webinar itu, aktivis penggerak budaya Imam Baehaqi mengatakan, selama ini Indonesia dikenal sebagai negara majemuk, multikulturalis dan demokratis yang berbentuk republik dengan menganut sistem demokrasi Pancasila.

Indonesia memiliki kebudayaan yang sangat beragam namun memiliki tantangan budaya di era digital yang tinggi. “Era digital ini telah melahirkan budaya baru dan intelegensia artifisial dalam era disrupsi dan post truth budaya digital,” kata Imam.

Sehingga, keseluruhan sikap dan pola perilaku serta pengetahuan yang merupakan suatu kebiasaan masyarakat dalam dunia digital rentang mengalami disrupsi digital secara fundamental karena adanya teknologi digital turut mengubah sistem yang terjadi di Indonesia maupun global.

Webinar yang dimoderatori Mafin Rizakiitu juga menghadirkan narasumber Wakil PPTI Kabupaten Pati Catur Susilaning Nugraheni, dosen Universitas Tidar Novitasari, serta dimoderatori Mafin Rizki dan Safira Hasna sebagai key opinion leader.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article