Wawasan kebangsaan adalah satu topik yang selalu relevan dibahas, pun ketika bicara tentang kehidupan bermasyarakat digital. Wawasan kebangsaan yang berlandaskan pada ideologi Pancasila menjadi jaring pengaman dalam kehidupan masyarakat yang plural, dan kolaborasi wawasan kebangsaan dengan kecakapan literasi digital merupakan kombinasi yang kuat untuk mewujudkan warganet yang selalu menjunjung persatuan di ruang digital.
Itulah antara lain isu yang dibahas dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, dengan tema ”Literasi Digital dalam Meningkatkan Wawasan Kebangsaan”, Sabtu (27/11/2021).
Diskusi virtual kali ini dipandu oleh entertainer Bobby Aulia dan diisi oleh empat narasumber: Murniandhany Ayusari (Content Writer Jaring Pasar Nusantara), Sani Widowati (Princeton Bridge Year On-Site Director Indonesia), Ragil Triatmojo (Blogger), dan Krisno Wibowo (Pimred Swarakampus.com). Turut bergabung Dilla Fadiela (Putri Indonesia Perdamaian 2018) sebagai key opinion leader. Tema diskusi dibahas oleh narasumber dari sudut pandang empat pilar literasi digital, yaitu: digital culture, digital skill, digital safety, dan digital ethic.
Dalam paparannya, Sani Widowati mengatakan, wawasan kebangsaan dan etika memiliki keterkaitan. Wawasan kebangsaan sebagai cara pandang bangsa Indonesia dalam mengenal diri dan lingkungan, selalu mengutamakan kesatuan dan persatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat. Sedangkan etika, merupakan kesadaran dalam bersikap ketika melakukan interaksi agar timbul rasa nyaman.
Dalam konteks digital, etika digital merupakan kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuakan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital atau netiquette dalam kehidupan sehari-hari. Artinya, nilai-nilai kebangsaan yang salah satunya adalah nilai toleransi merupakan bentuk dari etika dalam bermasyarakat.
”Ketika sudah terliterasi digital dengan baik, maka nilai-nilai kebangsaan akan ikut tercermin ketika beraktivitas di ruang digital. Etika digital dan wawasan kebangsaan akan mendorong masyarakat untuk memproduksi informasi tanpa hoaks dan menjaga jejak digital yang baik. Orang akan sadar untuk mau membaca informasi dan mengevaluasi informasi sebelum meneruskan atau membagikan ke ruang digital, serta ikut aktif menjadi pejuang lawan hoaks,” ujar Sani Widowati.
Netiket atau tata kelola etika dalam meningkatkan wawawan kebangsaan di ruang digital di antaranya dengan menumbuhkan empati digital. Secara kognitif dan emosional mampu melakukan refleksi dan bertanggung jawab secara sosial saat menggunakan media digital. Kemudian mempunyai kesadaran dan manajemen digital, yaitu sebagai warganet dapat memahami konsep pribadi yang akan ditampilkan ke ruang digital dan sadar akan tujuan menggunakan media digital sehingga bermedia digital dapat dilakukan secara terarah.
”Kaitannya dengan hubungan bermasyarakat di ruang digital, manajemen relasi merupakan satu hal penting dalam mengatur hubungan, menerapkan batasan, keterlibatan, dan bertanggung jawab secara sosial di dunia digital,” kata Sani.
Sementara itu Ragil Triatmojo menambahkan, sebenarnya wawasan kebangsaan sudah diajarakan sejak usia dini. Nilai-nilai wawasan kebangsaan itu di antaranya adalah nilai untuk saling melindungi dan menjaga persatuan. Hanya saja, kehadiran ruang digital seolah menceraiberaikan masyarakat, di mana hal ini mencederai wawasan kebangsaan dengan adanya hoaks, cyberbullying, cybercrime.
Maka dalam memerangi penyakit tersebut, dalam konteks keamanan digital, mau tidak mau masyarakat harus berjuang kembali untuk mengembalikan wujud persatuan di ruang digital. Hal dasar yang dapat dilakukan di antaranya dengan mulai menghargai data pribadi, menjaga privasi, selalu waspada dan berpikir kritis dalam menerima dan bereaksi terhadap informasi.
”Data pribadi dalam kehidupan era digital sangat vital penggunaannya untuk berbagai kepentingan, seperti pendaftaran media sosial, belanja online, mengikuti lomba atau survei. Walaupun memang dibutuhkan namun kita harus mempertimbangkan kembali apakah data yang diinput terlalu detail, dan selalu memperhatikan batas wajar,” ujar Ragil Triatmojo.
Kehati-hatian dalam membagikan data pribadi merupakan upaya untuk melindungi diri dan orang yang berada di lingkaran pertemanan digital. Sebab informasi berupa data pribadi dapat disalahgunakan dan menjadi objek penambangan data. Dengan demikian kontrol privasi menjadi penting.
”Kebocoran data pribadi dan lemahnya privasi bisa berakibat fatal. Identitas dapat digunakan orang lain untuk hal yang dapat mencemarkan nama baik, atau menimbulkan pengancaman dan pemerasan. Maka, batasi data diri yang bisa diakses orang lain. Jangan asal memberikan persetujuan, dan selalu melakukan peninjauan privasi,” pungkas Ragil.