Dalam konteks keIndonesiaan, sebagai warga negara digital, tiap individu memiliki tanggung jawab hak dan kewajiban untuk melakukan seluruh aktivitas bermedia digitalnya berlandaskan pada nilai-nilai kebangsaan, yakni Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
”Hal ini karena Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika merupakan panduan kehidupan berbangsa, bernegara dan berbudaya di Indonesia,” kata pegiat literasi Muchamad Solahudin, saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Paham Batasan di Dunia Tanpa batas: Kebebasan Berekspresi di Ruang Digital” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Kamis (2/12/2021).
Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta itu, Solahudin menuturkan, prinsip Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila perlu ditanamkan untuk mencegah pengguna terjebak dalam aktivitas digital yang terlarang.
Seperti memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat konten/informasi yang tidak benar kepada masyarakat. Juga memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat konten/informasi tentang hoaks, ghibah, fitnah, namimah, aib, bullying, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis terkait pribadi kepada orang lain dan/atau khalayak.
“Juga menghindarkan kita memproduksi dan/atau menyebarkan konten/informasi yang bertujuan untuk membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar, membangun opini agar seolah-olah berhasil dan sukses, dan tujuan menyembunyikan kebenaran serta menipu khalayak,” kata dia.
Nilai Pancasila akan turut membendung pengguna tak ikut menyebarkan konten yang bersifat pribadi ke khalayak, padahal konten tersebut diketahui tidak patut untuk disebarkan ke publik, seperti pose yang mempertontonkan aurat.
“Juga termasuk menghindarkan dari aktifitas buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoaks, ghibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi,” kata Solahudin.
Solahudin menyatakan, pentingnya digital culture sebagai wujud kewarganegaraan digital dalam konteks keIndonesiaan berada pada domain ‘kolektif formal’ di mana kompetensi digital individu difungsikan agar mampu berperan sebagai warga negara dalam batas-batas formal yang berkaitan dengan hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya dalam ruang ‘negara’.
“Dalam ruang negara, warga negara diharapkan memiliki sikap dan perilaku yang menjunjung nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Keduanya menjadi landasan yang kuat dalam bersosialisasi di masyarakat baik secara tatap muka maupun melalui kegiatan daring,” jelasnya.
Narasumber lain webinar itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Kabupaten Klaten Amin Mustofa menuturkan selain digital culture, pengguna perlu memiliki digital skills. “Digital skills menjadi modal individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak secara efektif,” jalasnya.
Merujuk data studi dari Harvard University, lanjut Amin, 85 persen kesuksesan seseorang berasal dari memiliki softskill dan juga kemampuan berinteraksi dengan orang lain, dan hanya 15 persen dari pengetahuan dan keterampilan teknis atau hardskills.
Webinar itu juga menghadirkan narasumber founder Atsoft Technology Mujiantok, dosen UGM Bevaola Kusumasari serta dimoderatori Zacky Ahmad dan Putri Juniawan sebagai key opinion leader.