Ruang digital merupakan ruang baru interaksi masyarakat, terlebih setelah pandemi Covid-19 semakin membatasi mobilitas. Teknologi informasi dan komunikasi menjadi alat yang paling sering digunakan, karena dapat menjembatani hubungan interaksi sosial dan mempermudah aktivitas secara efisien. Di masa perubahan tersebut, masyarakat diharapkan dapat menjadi pelopor untuk bertindak bijak dalam memanfaatkan teknologi.
Itulah antara lain yang dibahas dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Kamis (2/12/2021). Diskusi yang dipandu oleh penyanyi Oony Wahyudi itu membahas tema ”Menjadi Pelopor Masyarakat Digital” yang dibedah empat narasumber dari perspektif empat pilar literasi digital, yaitu: digital skill, digital safety, digital culture, dan digital ethics.
Rizqika Alya Anwar (Head of Operation Pt Cipta Manusia Indonesia) menyampaikan dari sisi etika digital. Ia menyebutkan bahwa ramah merupakan identitas masyarakat Indonesia yang perlu dibawa ketika berada di ruang digital. Sebab, baik interaksi di dunia nyata dan di ruang digital, kegiatan bermasyarakat terjadi dengan sesama manusia. Hanya media interaksinya saja yang berbeda.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Hootsuite menunjukkan pengguna internet mencapai 202,6 juta, dengan pengguna aktif media sosial mencapai 170 juta pengguna. Artinya masyarakat Indonesia sebagian besar sudah paham penggunaan teknologi, namun mampu menggunakan saja tidak cukup. Pengguna harus tahu dan paham tujuan menggunakan TIK, agar dapat menggunakannya secara bijak.
Media sosial adalah sarana untuk membuat personal. Untuk menjadi pelopor masyarakat digital yang baik maka itu kembali pada kepribadian masing-masing pengguna. Apakah teknologi yang ada mau digunakan untuk hal positif atau untuk hal negatif.
”Membangun personal branding melalui medsos perlu diiringi dengan menerapkan etika dan netiket di ruang digital. Tahu mana yang pantas dan tidak pantas dilakukan, berkomunikasi dengan baik, sehat, dan benar serta dapat diterima di ruang digital. Inti penting dari komunikasi adalah memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlukan,” ujar Rizqika Alya Anwar.
Karena itu, pengguna media digital perlu memahahami bahwa etika dalam bermedia digital harus memegang prinsip kesadaran, integritas, tanggung jawab, dan kebajikan. Ketika menggunakan internet sadar dan tahu tujuannya, memiliki integritas atau nilai kejujuran dalam berperilaku di ruang digital, serta mau bertanggung jawab atas setiap konsekuensinya. Bermedia digital hendaknya dilakukan dengan memperhatikan nilai kebajikan, berbagi dan memproduksi informasi yang mengandung nilai manfaat, kebaikan, dan kemanusiaan.
”Menjadi pelopor masyarakat digital, dari sisi etika, harus bisa membangun ruang digital yang lebih bermakna, menghargai keberagaman, mengedukasi, mampu mengelola dan mengontrol diri,” imbuhnya.
Dari sisi kecakapan digital, Mohammad Adnan (CEO Viewture Creative Solution) menyampaikan, penggunaan teknologi memerlukan bekal kecakapan yang mumpuni, khususnya dalam hal interaksi dan menyikapi informasi. Media sosial yang menjadi ruang populer bagi masyarakat dalam mendapatkan informasi perlu dipahami bahwa ada sisi negatif dan positifnya.
Media sosial memiliki algoritma yang menciptakan gelembung besar atau filter bubble dan membuat orang terisolasi secara intelektual. Filter bubble menjebak pengguna dalam satu sudut pandang, sehingga menciptakan efek konsensus yang salah. Karena itu pengguna media digital memerlukan kemampuan information fluency atau mampu mencari dan memilah informasi, solution fluency atau kemampuan untuk memecahkan masalah dan menemukan solusi. Kemampuan kreativitas, berkolaborasi, serta mampu memahami dan menganalisis informasi yang disediakan oleh media.
”Untuk mengurangi efek dari filter bubble tersebut, pengguna harus berpartisipasi dan berkolaborasi membuat konten dalam beragam format yang berisi edukasi, informasi, hiburan, pengetahuan produk, atau konten-konten yang memiliki manfaat positif,” ujar Mohammad Adnan.
Membuat konten kreatif dapat diwujudkan dengan menggali karakter konten atau branding yang akan ditampilkan, melakukan riset untuk mengenali audiens, menggabungkan karakter dan hasil riset untuk menentukan segmen yang tepat. Lalu, mengkreasikan dan memodifikasi hasil pengamatan tersebut menjadi konten, namun dengan tetap memperhatikan hak atas kekayaan intelektual.
”Agar terhindar dari masalah hak cipta, membuat konten dapat memanfaatkan fasilitas, gambar, video, dan audio dari sumber legal yang gratis. Misalnya di Pixabay, Motion Elemants, dan Youtube Audio Library,” jelas Mohammad Adnan. Diskusi kali ini juga diisi oleh narasumber lain, yaitu Rinduwan (Pegiat Literasi), Aina Masrurin (Media Planner Ceritasantri.id), serta Ramadhinisari (TV Host) sebagai key opinion leader.