Sabtu, Desember 21, 2024

Penerapan budaya digital lebih kepada mengubah pola pikir agar dapat beradaptasi

Must read

Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta Aminah Swarnawati menuturkan budaya digital sebagai gaya hidup yang ditopang teknologi modern menggambarkan gagasan bahwa teknologi dan internet secara signifikan membentuk cara kita berinteraksi berperilaku berpikir dan berkomunikasi sebagai manusia.

“Budaya digital menjadi prasyarat dalam melakukan transformasi digital karena penerapan budaya digital lebih kepada mengubah pola pikir mindset agar dapat beradaptasi,” kata Aminah saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Paham Batasan di Dunia Tanpa batas: Kebebasan Berekspresi di Ruang Digital” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Rabu (1/12/2021).

Dalam webinar yang diikuti hampir 300-an peserta itu, Aminah mengatakan hanya orang yang mengikuti perkembangan digitallah orang yang dapat bertahan. “Bukan yang paling kuat atau pintar yang bertahan di era ini, tapi yang bisa beradaptasi,” ujar Aminah Swarnawati.

Perlunya digital mindset sebagai pola pikir yang berkaitan dengan kesadaran sebagai manusia untuk memaksimalkan pemanfaatan peralatan atau teknologi digital yang tersedia. Kecakapan digital bukan sekedar kemampuan menggunakan teknologi melainkan cara melek atau beradaptasi dengan dunia digital.

Aminah mengungkapkan sejumlah aspek membangun budaya digital bisa dimulai dengan partisipasi, yakni bagaimana masyarakat memberikan kontribusi untuk tujuan bersama. Lalu bagaimana masyarakat memperbaiki budaya lama menjadi budaya baru yang lebih bermanfaat dan memanfaatkan hal-hal yang sudah ada sebelumnya untuk membentuk budaya baru.

“Kebebasan berekspresi ada batasnya. Jika kebablasan berekspresi bisa tersandung masalah hukum karena aktifitas digital diatur oleh undang-undang,” kata Aminah.

Untuk itu, Aminah mengingatkan agar menghindari ujaran atau ekspresi melanggar hak orang lain, mendukung kebencian dan memicu diskriminasi atau kekerasan. “Penting memahami emosi agar tidak melampiaskan emosi di ruang digital karena dengan kondisi emosi individu cenderung tidak bisa berpikir jernih dalam bertindak,” katanya.

Di ruang digital, imbuh Aminah, kebebasan berekspresi harus tetap memiliki tanggung jawab. Akan tetapi kita sendiri harus memiliki batasan-batasan kebebasan berekspresi dengan bertanggung jawab dan tidak boleh melanggar hak orang lain.

Narasumber lain webinar itu dosen Universitas Sahid Surakarta Akhmad Khoirul Anwar mendorong pengguna digital memanfaatkan kebebasan ekspresi. Misalnya menjadi content creator yang membuat karya animasi dan hal positif lainnya.

“Kita perlu digital skills untuk hal positif seperti programming, web and App Development, media Sosial, media pembelajaran daring sampai digital marketing, menggunakan aplikasi untuk membuat konten-konten kreatif dan menggunakan aplikasi bidang keuangan dan perbankan,” katanya.

Webinar yang dimoderatori Bia Nabilla itu juga menghadirkan narasumber Princeton Bridge Year On-Site Director Indonesia Sani Widowati, programer Eka Y Saputra, serta Ones sebagai key opinion leader.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article