Lawyer paling tangguh dan pendukung paling militan pun tentu tidak berdaya jika yang harus ditentang adalah perintah ibunda.
Berhenti dari jabatan mendiknas RI, ia kembali ke Bulaksumur. Gairah terbesarnya adalah pendidikan — ia pernah menjabat atase pendidikan di Kedubes RI di Washington; mengetuai majelis pendidikan tinggi di PP Muhammadiyah, selain mendirikan pusat studi Jepang dan pusat studi perdamaian di lingkungan UGM.
Ia pasti punya lebih banyak waktu untuk menghitung berapa meja-kursi kelas yang harus diganti di yayasan keluarganya di Bumiayu, kota kecil yang semua warga mengenal keluarga besarnya sebagai saudagar lama yang terpandang.
Ia sangat mengurangi keterlibatan politik. Ia, seorang murid tokoh besar ilmu politik Lucian Pye di MIT, menekuni politik sebagai ilmu, bukan sebagai “seni”, dan justeru tak pernah bisa nyaman hidup di ruang realpolitiek yang identik dengan konflik dan power struggle. Ia tetaplah santri Muhammadiyah dengan segenap puritanisme sosialnya yang bersahaja.
Rabu pagi ini, sekitar pukul 10 pagi, ia terlelap abadi di Purwokerto, tiga bulan menjelang usia 79.