Oleh Putut Trihusodo
Seperti biasa kalau ada rame-rame, sejumlah teman menjapri saya dan minta review tentang apa yang memviral. Sebagai wartawan bangkotan saya sering dikira lebih tahu (hal yang tentu sangat tidak benar), atau setidaknya dapat memberikan pandangan yang lebih jernih. Mereka mengeluh kecapekan mencerna banjir info dan gagal menangkap konstruksi masalahnya.
Nyanyian dan tarian para SJW malah bikin keruh. Situasi seperti mengalir ke jalan buntu. Banyak opini tapi miskin solusi. Begitu opini mereka terkait singketa lahan galian Desa Wadas, Purworejo, yang sampai hari ini masih rame dibahas.
Sialnya, bawaan sebagai wartawan sering membuat rasa kepo ini nggak bisa berhenti. Pengen tau saja. Maka, sebelum ikut-ikutan bingung, saya coba memahaminya dari segi hukum. Semua pihak yang bersengketa mustinya berdiri di koridor saya sama. Kalau hukum tidak bekerja secara proper, nah masalah etiknya boleh dikulik sejadi-jadinya.
Dalam kasus Desa Wadas, pangkal ialah kehendak pemerintah membebaskan sekitar 114 ha (versi lain 145 ha) lahan di desa ini, terdiri dari 617 bidang. Dari lahan itu, 60 ha akan digali dan dikeduk batu andesit di dalamnya untuk dipakai pada konstruksi Bendungan Bener, sekitar 10 km dari Desa Wadas.
Di lapangan, 346 bidang tanah dari 614 yang ada dapat dibebaskan. Tapi pemilik 113 bidang yang lain menolak, dan 135 lainnya masih abu-abu. Konflik timbul, menurut bersi pemerintah, karena kegiatan pengukuran lahanuntuk ganti rugi, dihalang-halangi oleh mereka yang menolak. Spanduk dan poster penolakan pengukuran itu memang berserakan di desa tersebut. Ini satu soal.
Soal yang lain, adakah Pemerintah punya hak paksa untuk mengambil paksa seluruh lahan?
Pemerintah tak menjawab secara jelas. Namun, dari penggunaan instrumen hukumnya sepertinya akan seperti itu. Pengambilan bukit berbatu di Desa Wadas itu menggunakan skema pembebasan lahan seperti diatur dalam UU Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. UU itu dipertegas dalam UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dengan UU Nomor 12 tahun 2012 itu (yang berlanjut ke UU Cipta Kerja terkait pengadaan tanah), banyak pekerjaan infrastruktur dijalankan. Termasuk untuk bendungan yang secara nasional sudah 30 unit selesai di masa Presiden Jokowi. Di Jateng sendiri, Pemerintah telah merampungkan empat waduk dari target 9 unit, dan Bendungan bener di Purworejo adalah yang keenam. Tak ada masalah serius dari empat Bendungan sebelumnya.
Tapi, tak berarti penolakan dari sebagian warga Desa Wadas itu boleh diabaikan.