Jumat, Desember 20, 2024

Fatwa ulama, wayang dan kontroversinya

Must read

Oleh Farid Gaban

Belakangan ini orang ribut mendiskusikan fatwa haram Khalid Basalamah tentang wayang. Ini bukan kasus pertama. Tempo hari orang juga meributkan fatwa ulama tertentu tentang sesuatu: tentang musik, tentang bunga bank, tentang pakaian, dan tentang hal-hal lainnya.

Keragaman fatwa ulama Islam, khususnya di lingkungan Sunni seperti Indonesia, adalah suatu yang jamak.

Di lingkungan Syiah agak berbeda. Di Iran, misalnya, jarang sekali ada perdebatan tentang fiqh (aturan agama) di kalangan awam.

Kaum Syiah mengikut marja (ulama rujukan). Marja bisa berbeda-beda, tapi perdebatan berhenti di kalangan mereka yang benar-benar mendalami jurisprudensi agama (filsafat, sejarah dan konteks kehidupan masa kini).

Bagaimanapun, baik di lingkungan Sunni maupun Syiah, fatwa ulama hanya berlaku bagi yang mempercayai ulama bersangkutan. Fatwa halal dan haramnya sesuatu hanya berlaku bagi komunitas yang mempercayainya. Tidak berlaku untuk orang lain di luar komunitas itu.

Organisasi Islam terbesar seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sebenarnya punya lembaga fatwa sendiri-sendiri, yang dalam hal tertentu berbeda satu sama lain.

Muhammadiyah punya majelis tarjih (majelis fatwa) yang mengharamkan rokok, misalnya. Sementara NU punya bahtsul masail yang menatapkan rokok sebagai makruh (diperbolehkan tapi tidak disarankan).

NU dan Muhammadiyah juga sering berbeda dalam menetapkan hari raya karena memakai dua metode/pendekatan berbeda.

Bahkan di kalangan NU sendiri, satu dan lain ulama pondok pesantren bisa punya pendapat berbeda tentang sesuatu, baik ibadah ritual maupun ibadah sosial.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article