Duh, barusan mendengar kabar, Hilman ‘Lupus’ Hariwijaya (1964 – 9 Maret 2022), meninggal dunia. Sungguh mengagetkan, sebagaimana dulu ketika mendengar Gusur Adhikarya mendahuluinya (Juni 2021).
Karena Hilmanlah, saya masuk ke Indosiar Visual Mandiri, di bagian produksi drama, dari sejak stasiun TV itu pada awalnya di Rawamangun. Basis pendidikan saya sebetulnya lebih ke jurnalistik dan komunikasi. Tapi mungkin karena komunikasi kami dekat.
Sewaktu kos di Jambu Putih, di Palmerah Utara, saya tinggal bersama Boim Le Bon, juga Gola Gong dan Bubin Lantang. Dan di kampung itu tak jauh pula, tinggal Gusur Adhikarya. Dari sana kemudian sering bertemu dengan Hilman. Apalagi kos kami dekat dengan Kompas Gramedia, yang menjadi perekat bersama. Wabil khusus saat-saat membayar kamar kos, karena kami akan mengadu pada Mas Mowie atau Mas Wendo. Kami bisa kasbon yang harus dibayar dengan cerpen atau tulisan apapun di majalah mereka, Kawanku dan Hai.
Tahun-tahun popularitas para penulis remaja (80-90an) macam Hilman Hariwijaya, juga kemudian Gola Gong (Gol A Gong), Boim Le Bon, Gusur Adhikarya, Bubin Lantang, membuat mereka bak superstar, selebritas. Di mana mereka bertandang, dalam acara promo atau launching buku, bisa jadi kayak popularitas anak-anak band. Dielu-elukan cewek. Bahkan di lorong kamar hotel mereka menginap, bisa disatronin pemujanya.
Untuk menghindari hal-hal itu, Hilman dan Gola Gong tak jarang mesti menyamar. Kadang memakai topi lengkap dengan aksesori rambut gondrong. Ketika saya kemudian banyak di Yogya, bila-bila masa mereka ke Yogya, saya suka mengajak mereka ke desa-desa. Saya tunjukan kepada mereka bahwa mereka tidak dikenal orang. Karena waktu itu belum jaman medsos, di desa-desa blusukan kami, tidak ada yang mengenal mereka. Aman.
Hilman, orang baik dan penolong. Ia full hidup dari menulis. Tak bisa lain. Seorang pemalu yang menuntunnya menjadi kreator yang digemari massanya. Ia mewakili generasinya waktu itu. Terimakasih Hilman Hariwijaya, atas karya-karyamu. Semoga bertemu dengan tokoh di balik Spiderman, yang menjadi spetakelmu di dunia nyata.
Oleh Sunardian Wirodono