Pembatalan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan, nyata-nyata melanggar konstitusi. Presiden seharusnya tidak membuka ruang toleransi. Membiarkannya, apalagi jika terbukti menginisiasinya, sebagaimana dilansir portal berita nasional CNN Indonesia, dengan judul “Tangan Pemerintah di Balik Desain Tunda Pemilu 2024” adalah pelanggaran serius terhadap konstitusi.
Pelanggaran demikian, bisa dikonstruksikan memenuhi delik pasal pemakzulan (impeachment article), utamanya tentang pengkhianatan terhadap negara.
Pasal 7A UUD 1945 mengatur, presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya karena melakukan pelanggaran hukum, salah satunya, “pengkhianatan terhadap negara”. Tidak boleh menkhianati negara diatur sebagai salah satu syarat calon presiden berdasarkan pasal 169 huruf d UU Pemilu. Nah, di dalam penjelasan pasal tersebut diatur:
Yang dimaksud dengan “tidak pernah mengkhianati negara” adalah tidak pernah terlibat gerakan separatis, tidak pernah melakukan gerakan secara inkonstitusional atau dengan kekerasan untuk mengubah dasar negara, serta tidak pernah melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Maka, berdasarkan makna pengkhianatan terhadap negara tersebut, seorang Presiden yang melanggar UUD 1945, masuk kategori melakukan pengkhianatan terhadap negara. Itu sebabnya, membiarkan rencana pembatalan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan yang jelas-jelas melanggar konstitusi—terlebih lagi apabila terbukti menjadi inisiatornya, menyebabkan Bapak Presiden Jokowi secara hukum tata negara dapat diberhentikan alias dimakzulkan dalam masa jabatan.
Tentu saja kita mengerti, kemungkinan pemakzulan menurut hukum konstitusi itu belum tentu terjadi dalam realitas politik. Karena partai koalisi pemerintah pendukung Bapak Presiden, jumlahnya mayoritas di DPR.
Sedangkan proses impeachment, diawali melalui proses politik di DPR, sebelum berlanjut ke MK, dan berujung di MPR. Meskipun demikian, adalah tanggung jawab kita semua untuk mengingatkan Presiden agar tidak bermain-main dengan konstitusi, apalagi melanggar konstitusi. Karena, selain memang tidak boleh dilakukan, konsekuensinya pun adalah pemecatan di tengah masa jabatan.
Bapak Presiden Jokowi Yth.
Demikianlah Surat Terbuka ini saya sampaikan. Maaf, ini akan dibaca oleh banyak pihak dan kalangan, khususnya rakyat Indonesia. Karena sejatinya, di samping ditujukan untuk di baca oleh Bapak Presiden, isi surat ini saya harapkan dibaca dan dipahami oleh sebanyak mungkin rakyat Indonesia. Agar, kita tidak bermain-main dengan ide berbahaya membatalkan Pemilu 2024 dan memperpanjang masa jabatan. Karena sikap demikian adalah pelanggaran serius kepada konstitusi bernegara kita, sehingga haram didekati apalagi dilakukan.
Saya tidak ingin Bapak Presiden Jokowi dikenang sebagai Bapak Pembangunan Infrastruktur fisik yang luar biasa, tetapi pada saat yang bersamaan juga diingat sebagai Presiden yang ikut melumpuhkan KPK, dan melanggar konstitusi, karena membiarkan—apalagi mempelopori pembatalan pemilu dan perpanjangan masa jabatan.