Namun dari bahasa banyak pihak yang mengiringi kekerasan atas Ade Armando, itu bahasa dua agenda.
Pertama, kata “Buzzer, buzzer”. Ini kata yang acap ditujukan kepada mereka yang dianggap “The True Believer, pembela bayaran kebijakan istana/Jokowi melawan para pengeritik Jokowi sejak pemilu 2014, dan berlanjut ke pemilu 2019.
Kedua, kata: “Darahnya Halal!”. Ini ungkapan yang acap ditumpahkan kepada mereka yang dianggap menyerang bahkan menista doktrin agama kaum konservatif.
Dua istilah itu, ‘Buzer’ dan ‘Darahnya Halal’ sudah mengundang kebencian dan kemarahan massal.
Agaknya Ade Armando dianiaya karena perannya yang dicitrakan para pembencinya untuk dua agenda itu.
Ade, oleh pembencinya, selama ini dianggap menjadi juru bicara paling vokal, pembela Jokowi, melawan dan menyerang para pembenci Jokowi. Ade selama ini juga dianggap sangat vokal menyerang keras politisasi Islam di ruang publik.
Para pembenci Ade tak bisa mengalahkannya melalui argumen di media sosial. Tak pula Ade bisa dikalahkan lewat jalur hukum.
Momen itu tiba. Ade dianggap nekad masuk ke dalam “sarang musuh,” yang bukan komunitasnya, sebuah kerumunan massal. Tak hanya ada mahasiswa di sana yang murni untuk isu anti penundaan pemilu dan presiden 3 periode. Tapi bergabung pula “the Jokowi haters,” para pembenci Jokowi.
Juga bergabung di sana segmen yang sejak lama mendendam dan marah kepada Ade Armando dan tak terlampiaskan.
Polisi mencatat ada akun media sosial yang mengumunkan kepada massa soal keberadaan Ade Armando di lokasi demo.
Terjadilah peristiwa itu. Entah berapa lama pemukulan massal terjadi. Ada saksi mata yang menyatakan polisi datang 20 menit kemudian.