Jumat, November 15, 2024

Proteksionisme Pangan Global

Must read

Sementara pupuk merupakan komoditas kedua terbesar yang diimpor oleh Indonesia dari Rusia, setelah batu bara, dengan nilai US$326,1 juta pada tahun lalu.

Indonesia perlu segera mencari alternatif sumber pasokan baru untuk komoditas yang tidak tersedia di dalam negeri seperti gandum, dan komoditas yang demand-nya sangat tinggi di dalam negeri karena dikonsumsi sebagai bahan pangan dan pakan ternak, seperti jagung dan kedelai.

Stok bahan pangan ini di dalam negeri harus tetap tinggi agar harga tetap stabil. Apabila harga jagung pakan melambung tinggi maka dampaknya akan sangat terasa ke harga ayam dan telur ayam yang dikonsumsi secara luas oleh masyarakat sebagai sumber protein.

Sementara untuk kedelai pemerintah perlu memikirkan beban yang akan ditanggung konsumen apabila kedelai tidak tersedia karena banyak UMKM dan pedagang kecil yang menggunakan komoditas ini sebagai bahan baku dalam produksi tahu dan tempe.

Perlu diperhatikan juga bahwa skala perdagangan komoditas ini akan sangat mungkin menyusut karena faktor cuaca yang mengakibatkan gagal panen di belahan bumi Amerika Selatan, krisis di benua Biru, dan harga yang mulai membubung tinggi sejak masa pandemi.

Di tengah situasi seperti ini maka beberapa langkah aksi yang perlu dilakukan Indonesia baik secara individual maupun kolektif adalah sebagai berikut.

Pertama, dunia membutuhkan tata perdagangan produk pangan yang tetap terbuka. Kondisi tidak terjangkaunya harga pangan dan pakan serta impitan ekonomi dapat memantik krisis sosial, politik, dan ekonomi yang lebih serius.

Kedua, pemerintah perlu segera mencari alternatif sumber pasokan baru untuk komoditas pangan dan pakan yang belum dapat dipenuhi secara mencukupi dari sumber-sumber di dalam negeri.

Ketiga, pemerintah perlu mengintensifkan kembali upaya diversifikasi sumber pangan nasional berbasis pada potensi sumber pangan lokal guna memastikan ketahanan pangan nasional. Sumber pangan kaya karbohidrat itu meliputi umbiumbian, sukun, sagu, pisang, dan kentang.

Keempat, pemerintah agar sedapat mungkin menghindari penerapan kebijakan perdagangan yang bersifat ad-hoc dan restriktif. Kebijakan perdagangan perlu mengkaji potensi dampak di pasar global karena reperkusinya akan  terefleksikan kembali ke dalam negeri. 

Restriksi ekspor komoditas pangan mungkin dapat menjadi solusi jangka pendek, tetapi ia akan mengundang konsekuensi serius karena  pasar akan langsung bereaksi dan berspekulasi disebabkan adanya risiko keterbatasan pasokan dan kenaikan harga internasional.

Kelima, Pemerintah perlu memperkuat engagement dan kerja sama bilateral, regional atau multilateral guna meningkatkan komunikasi, transparansi, asesmen, dan mencari solusi kolektif atas permasalahan pasar global.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article