Oleh Jeffrey Wibisono V.
Njawani
Apa sebenarnya tujuan kita membangun personal branding? Untuk konsumsi siapa atau publik yang mana? Tentunya perihal personal branding adalah sebagai bagian dari komitmen bisnis kita dan peningkatan karier, bukan hobi!
Strategi pencitraan diri, personal branding adalah segala upaya untuk mengubah reputasi dan karier kita dari yang biasa-biasa saja untuk menjadi high visibility. Kita bisa membuat tolok ukur sendiri dari saat kita mengawali titik balik hingga ke tingkat yang hendak kita capai.
Strategi kekinian untuk aktivitas personal branding erat kaitannya dengan konten marketing termasuk di dalamnya kita “ngeksis” di media sosial.
Lalu, kalau menurut saya, di poin konten marketing untuk personal branding, sebaiknya kita bisa mengambil referensi positif laku mandhor klungsu. Bagi saya, budaya Jawa pitutur luhur rangkaian kata-kata mutiara bahasa Jawa bernilai universal dan berlaku sepanjang masa.
Dan mandhor klungsu ini mengajarkan kita perihal humility – kerendahan hati, dimana pelaku marketing millenial dimulai dari wong lokal cilik seumpama klungsu.
Klungsu adalah biji buah asam dan mandhor diartikan sebagai pemimpin.
Kita semua sudah tahu biji asam, bukan?
Si klungsu ketika kita menemukannya di dalam beragam olahan, langsung kita singkirkan. Mulai dari ketika kita meracik bumbu sampai mengolah jamu. Betapa seolah sebutir benda yang tak berharga. Bahkan klungsu kita buang begitu saja, entah kemudian tergeletak terdampar dimana dan hanyut ke mana. Klungsu kemudian tetap bertahan dalam segala cuaca, di hari panas dan di basahnya hujan.
Nasib klungsu itu sumbyar semebyar berserakan di mana-mana. Si klungsu kecil tiga dimensi beragam bentuk, berwarna coklat kehitaman mengkilap dan berkulit tebal keras.
Tentu dengan karakter bentukan luarnya ini, si klungsu diciptakan oleh alam semesta menjadi tahan banting, jatuh pun masih mampu melenting. Tetap berkilau dalam segala cuaca, kena teriknya panas matahari juga basahnya hujan, klungsu tetap demikian tidak mudah membusuk. Dari bungkus berparas rupawan, tampak kokoh itu.
Di balik kekerasan yang sedap dipandang itu, di dalamnya ada kelembutan yang memiliki kekuatan untuk memecahkan si keras untuk dapat tumbuh. Klungsu mempunyai kehidupan sejati, walau ngrembayah mengembara sekalipun cuma dapat lahan kecil dipinggir jalan.
Lalu apalah kita?
Begitu banyak bakat yang dimiliki tiap-tiap orang, termasuk kita-kita ini. Tetapi seperti klungsu yang terserak terlempar kesana sini seperti tidak berguna; oleh orangtua cita-cita kita dikaburkan, sampai ada yang ditenggelamkan ke dalam samudra demi menuruti melanjutkan impian bapak-ibu, mamie-papie, ayah-bunda. Oleh guru, minat dan bakat kita dialihkan ke pengembaraan tak berujung di padang pasir. Kemudian kembali kepada pengejawantahan kemauan dari dalam diri kita masing-masing.