Hal ini justru membuktikan bahwa organisasi memanfaatkan kekuatan keunikan individu untuk membangun kekuatan berkompetisi. Keberbedaan ini harus membawa kebahagiaan karyawan. Dengan demikian, culture is valuable not only for ethical reasons and its qualitative results, but to achieve that bottom line as well.
Pilar fokus sense of purpose yang kualitatif
Hampir sebagian besar dari kita bekerja karena membutuhkan nafkah untuk membiayai hidupnya. Namun, akan ada satu titik dalam hidupnya ketika kita bertanya apa makna dari pekerjaan yang kita lakukan ini, yang bisa jadi menghabiskan lebih dari separuh waktu hidup kita setiap hari.
Tugas seorang pemimpinlah untuk memberi bobot “makna” pekerjaan setiap karyawan. Banyak pimpinan merasa bahwa memberi “goal” yang jelas dalam bentuk target pendapatan perusahaan sudah cukup. Padahal, angka penjualan tidaklah cukup untuk memberi “arti” kepada para karyawan. Seorang pemimpin harus memperjelas lagi sense of purpose bawahannya.
Mengapa kita sebagai perusahaan retail tetap harus masuk kerja di hari raya selain bahwa pada hari tersebut jumlah pelanggan pasti meningkat sehingga meningkatkan angka penjualan? Ini harus jelas agar setiap orang dengan penuh kesadaran mengorbankan waktunya bersama keluarga demi tujuan perusahaan. By positioning purpose as a priority, people-centricity will become a natural, dominant characteristic of your organization.
Pilar memprioritaskan solusi agar makna kerja menjadi lebih kuat
Tidak dapat disangkal bahwa teknologi memang membantu pekerjaan kita. Namun, ingat, teknologi hanyalah alat. Manusialah yang akan menjalankan disrupsi perubahan. Apakah kita sudah melakukan penelitian tentang apa yang dibutuhkan oleh karyawan kita, yang dapat meningkatkan nilai tambah dari pekerjaan mereka? Sering terjadi, aplikasi dengan harga selangit yang diharapkan akan menciptakan “sihir” ternyata hasilnya tidak sesuai dengan kebutuhan manusianya.
Pilar memastikan kesiapan seluruh individu
Proses bisnis yang saat ini sering difasilitasi beberapa perangkat lunak, seperti Enterprise Resource Planning (ERP) juga perlu dirancang sesuai dengan yang dibutuhkan dalam setiap titik proses bisnis. Manajemen perlu memikirkan bagaimana bisa menggali potensi manusia secara optimal dan mengelola proses bisnisnya. Untuk menjamin keberhasilan, pastikan bahwa individu yang ada sudah siap menjalankan setiap titik dalam proses bisnis ini.
Proses ini perlu “high touch” dan “high quality” karena manusia di organisasi tidak seperti robot yang tidak menghayati proses bisnis organisasi.
Automasi tidak berarti melepas 100 persen. Manusia harus menjadi titik fokus untuk menavigasi perubahan dalam semua prosesnya. Manusia harus beramai-ramai membimbing dan mengawal perubahan sehingga inovasi benar-benar tercipta dalam budaya organisasi.
EXPERD, HR Consultant/Konsultan SDM
Diterbitkan di Harian Kompas Karier 14 Mei 2022