Analis: Saham sektor farmasi masih prospektif
Pandemi Covid 19 yang melanda dunia sejak dua tahun yang lalu telah menyadarkan masyarakat global tentang pentingnya obat-obatan dan perangkat medis sebagai kebutuhan yang mendesak. Sejumlah negara telah berinvestasi lebih besar pada program penelitian kesehatan dan pengadaan vitamin dan suplemen untuk meningkatkan kekebalan tubuh.
Di Indonesia, pemerintah telah memasukkan sektor ini sebagai bagian dari sektor prioritas dalam upaya merealisasikan Making Indonesia 4.0 dengan mendorong transformasi digital berbasis teknologi.
Pertumbuhan farmasi sebagai industri yang menjanjikan di masa depan mempengaruhi nilai-nilai saham perusahaan yang bergerak di sektor ini. Menurut Achmad Yaki Yamani, Technical Analyst dari BCA Sekuritas, setidaknya ada dua kelebihan farmasi dibandingkan sektor lain terutama dalam hal nilai sahamnya.
Pertama, kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi vitamin dan suplemen serta produk kebersihan seperti masker, hand sanitizer dan disinfektan dalam gaya hidup mereka berpotensi meningkatkan penjualan produk-produk tersebut.
“Kedua, asing bisa masuk dan berinvestasi hingga ke level 100 persen. Apalagi farmasi juga termasuk industri padat karya yang didukung beberapa kebijakan pemerintah,” tuturnya saat dihubungi di Jakarta (17/5).
Meski tren revenue beberapa emiten yang sudah merilis kinerja Quartal I 2022 mulai menurun paska Covid, serta pendapatan rumah sakit juga rata-rata menurun lebih dari 10 persen, namun saham farmasi masih tetap menarik untuk dikoleksi. Salah satunya adalah PT Phapros Tbk (PEHA) yang kinerjanya pada periode tersebut tumbuh 19 persen.
“PEHA masih menarik karena revenuenya masih tumbuh 19 persen dengan pendapatan dari pihak berelasi juga tumbuh 28 persen, sebagian dari penjualan obat, suplemen dan produk kesehatan,” ungkapnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Senior Equity Research Analyst Emtrade William Siregar. Tren saham-saham di industri farmasi tahun 2022 masih prospektif meskipun tidak seagresif pada dua tahun terakhir saat penyebaran Covid 10 tidak terkendali. Tahun ini, ungkapnya, permintaan kebutuhan obat imunitas masih cukup tinggi terutama segmen multivitamin dan menjadi fokus emiten sektor tersebut dalam pengembangan produk.
“Kebutuhan akan imunitas dan meningkatnya kepedulian akan kesehatan akan selalu bertumbuh ke depan, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya taraf hidup masyarakat.”
Meski demikian, faktor eksternal kini mulai mempengaruhi bisnis farmasi, mulai dari pelemahan rupiah, terganggunya rantai pasokan secara global, sampai kepada meningkatnya biaya pengiriman. “Kami melihat risiko ini yang perlu diantisipasi bagi sektor farmasi pada tahun 2022 ini. Dan jika berbicara investasi, secara bisnis sektoral, saham PEHA harusnya masih prospektif,” tuturnya.
Sekilas PT Phapros, Tbk
PT Phapros Tbk adalah perusahaan farmasi terkemuka di Indonesia yang didirikan sejak 21 Juni 1954. Dengan komposisi saham sebesar 56.77% dimiliki oleh PT Kimia Farma Tbk sedangkan sisanya dimiliki oleh publik. Sebagai perusahaan yang sangat berkomitmen tinggi terhadap standar kualitas, Phapros telah mendapatkan sertifikasi CPOB sejak tahun 1990 serta sertifikat ISO 9001 pada 1999 (yang telah ditingkatkan menjadi Sertifikat ISO 9001 versi 2008), Sertifikat ISO 14001 pada 2001 (yang telah ditingkatkan menjadi ISO 14001:2004), Sertifikat OHSAS 18001:2007 pada 2010, dan Sertifikat ISO 17025 dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) untuk Laboratorium Kalibrasi.
Saat ini Phapros memproduksi lebih dari 250 item obat, di antaranya adalah obat hasil pengembangan sendiri dan salah satu produk unggulan Phapros yang menjadi pemimpin pasar di kategorinya adalah Antimo.