Menurut Laporan Global Fortinet
Fortinet Merilis Penelitian Baru tentang Permasalahan Utama Seputar Ketidaktersediaan, Rekrutmen, Keberagaman, dan Kesadaran Keamanan Tenaga Ahli Keamanan Siber
Rashish Pandey, Vice President of Marketing and Communications Asia, Fortinet
“Sebagai bagian dari laporan global kami, survei yang digelar di Asia Tenggara dan Hong Kong menunjukkan bahwa 71% perusahaan yang terlibat mengaku kesulitan merekrut tenaga ahli yang berkualifikasi khusus di bidang keamanan siber (cybersecurity), sementara 63% di antaranya setuju bahwa konsekuensi dari kurangnya tenaga ahli tersebut adalah buruknya tingkat keamanan siber perusahaan. Bertambahnya perusahaan yang menggunakan teknologi berbasis cloud dan automasi pun semakin memperburuk permasalahan ketidaktersediaan tenaga ahli keamanan siber ini.”
“Fortinet berkomitmen mengatasi kesenjangan keahlian ini dengan membuat agenda peningkatan pelatihan yang dinamakan Training Advancement Agenda (TAA) dan menyusun program lembaga pelatihan guna meningkatkan akses dan jangkauan sertifikasi serta pelatihan keamanan siber yang dianggap penting bagi perusahaan yang akan merekrut tenaga ahli, sebagaimana terungkap dalam survei. Fortinet menjanjikan 1 juta tenaga ahli terlatih pada tahun 2026 nanti, dan melalui kerja sama dengan mitra lokal, kami telah menerbitkan lebih dari 840.000 sertifikat sejak program dimulai.”
Edwin Lim, Country Director, Fortinet Indonesia
“Fortinet Indonesia berinisiatif membantu upaya pemerintah Indonesia untuk mencapai kesadaran keamanan siber dengan mengadakan program dan acara pendidikan bersama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Kami juga telah bermitra dengan institusi lokal untuk meningkatkan ketahanan keamanan siber mereka.”
“Seiring kemajuan kami dalam mencapai tujuan kami dalam inisiatif nasional seperti Making 4.0 Policy, adalah kunci bagi organisasi lokal untuk meningkatkan keterampilan baru dan melatih kembali keterampilan yang ada saat ini, karena organisasi dapat dengan cepat mengadopsi teknologi cloud dan teknologi baru lainnya dalam tantangan lanskap keamanan siber kami.”
Fortinet®, pemimpin global di bidang solusi keamanan siber yang luas, terintegrasi, dan otomatis, merilis temuan dari 2022 Cybersecurity Skills Gap Report—laporan yang mengupas kesenjangan keahlian keamanan siber, di kawasan Asia. Laporan tersebut mengungkapkan bahwa kurangnya tenaga ahli keamanan siber kerap menimbulkan berbagai tantangan dan dampak beruntun bagi perusahaan-perusahaan di Asia, termasuk terjadinya pelanggaran keamanan yang diikuti dengan kerugian finansial.
Oleh karena itu, permasalahan kesenjangan keahlian masih menjadi fokus perhatian eksekutif C-level dan semakin diprioritaskan di tingkat dewan. Dalam laporan tersebut, para pengambil keputusan TI dan keamanan siber di berbagai negara—antara lain Singapura, Thailand, Hong Kong, Filipina, Malaysia, dan Indonesia—yang menjadi responden survei juga menyarankan sejumlah cara untuk mengatasi kesenjangan keahlian, salah satunya dengan mengadakan pelatihan dan sertifikasi untuk meningkatkan pengetahuan karyawan.
Dampak yang Meluas Akibat Kurangnya Tenaga Ahli Keamanan Siber
Berdasarkan laporan yang termuat dalam 2021 (ISC)2 Cybersecurity Workforce Study (penelitian (ISC)2 yang menyoroti permasalahan tenaga kerja keamanan siber pada tahun 2021) Asia-Pasifik adalah kawasan dengan kesenjangan tenaga kerja terbesar, yaitu 1,42 juta orang. Meskipun menurun dibandingkan tahun sebelumnya, kawasan ini masih harus banyak berbenah.
Mengingat semakin besarnya kerugian yang dialami perusahaan dalam hal laba dan reputasi akibat pelanggaran, keamanan siber semakin diprioritaskan di tingkat dewan. Di Asia, 89% perusahaan yang memiliki dewan direksi melaporkan bahwa mereka secara khusus mengajukan pertanyaan tentang keamanan siber. Sementara itu, 79% perusahaan memiliki dewan direksi yang merekomendasikan peningkatan tenaga kerja di bidang TI dan keamanan siber.
Meningkatkan Keahlian Keamanan Siber Melalui Pelatihan dan Sertifikasi
Laporan kesenjangan keahlian Fortinet menunjukkan betapa pentingnya pelatihan dan sertifikasi bagi perusahaan untuk mengatasi kesenjangan keahlian. Laporan regional tersebut mengungkapkan bahwa 97% pimpinan perusahaan meyakini bahwa sertifikasi yang berfokus pada teknologi memberikan dampak positif terhadap peran dan tim mereka, sementara 86% pimpinan perusahaan cenderungmempekerjakan tenaga ahli bersertifikat.
Selain itu, 89% responden mengaku bersedia membayar agar karyawan mereka memperoleh sertifikasi keamanan siber. Semakin tingginya kesadaran dan pemahaman akan pentingnya keamanan siber menjadi salah satu alasan utama sertifikasi sangat dihargai.