Narasumber lain yang juga merupakan sastrawan dan peneliti, Ni Made Ari Dwijayanthi mengutarakan, “Bagi saya, Gunung Kawi lebih dari sekedar sebuah pura atau candi. Ia juga adalah bagian dari hidup saya sejak kecil. Keluarga kami memiliki kios kecil di sepetak lahan persawahan warisan leluhur di sekitar Pura Gunung Kawi, dan kami juga bagian dari warga Krama Pangempon Pura Gunung Kawi dengan tugas utama menjaga dan melanjutkan setiap ritual di dalam situs Pura Gunung Kawi.”
Lebih jauh Dwijayanthi menuturkan bahwa sama seperti situs-situs bersejarah lainnya di Bali, Gunung Kawi tidak hanya tempat suci, tapi juga sumber penghidupan. Karena fungsi utama sebuah situs sejarah di Bali adalah tempat suci, tempat manusia Bali merayakan momentum penghayatan spiritualitas dan tempat belajar mengenali diri dan kehidupan.
Fasilitator Temu Seni Tari, Joned Suryatmoko memaparkan bahwa setelah mendengar cerita dan menyerap energi Gunung Kawi ini, peserta akan memulai sesi laboratorium pertama. Sebagai langkah awal, dengan mengenal Gunung Kawi secara fisik, secara artistik, Mereka bisa mulai kegiatan berbagi metode penciptaan satu sama lain, sehingga semakin ada gambaran kolaborasi apa yang akan mereka sajikan di akhir di sesi-sesi laboratorium berikutnya.
Krisna Satya, peserta Temu Seni Tari yang berasal dari Bali mengungkapkan bahwa sebagai orang Bali, kunjungan saya kali ini ke Gunung Kawi sangat berbeda dengan sebelumnya.
Hari ini, layaknya sebuah situs pertapaan, Gunung Kawi seolah memberi asupan energi yang memungkinkan saya menemukan ruang-ruang eksplorasi, yang menurut saya bisa mewujud menjadi sebuah ide koreografi di akhir Temu Seni Tari.
Sementara itu, Direktur Artistik Indonesia Bertutur 2022, Melati Suryodarmo menjelaskan bahwa ajang Temu Seni menuju festival mega event Indonesia Bertutur 2022 Temu Seni Tari diadakan dengan mengacu pada kerangka besar Indonesia Bertutur yaitu “Mengalami masa lampau, menumbuhkan masa depan”.
Dilaksanakan selama seminggu, acara ini berkerangka laboratorium dimana berbagai gagasan dan praktik tari dan koreografi akan dipertemukan, diuji dan dipresentasikan. Pada kerangka ini pengalaman akan masa lampau tidak hanya ditengok ulang lewat situs cagar budaya, namun juga dipertemukan dengan perspektif dan tubuh kekinian.
Harapannya, laboratorium ini bisa mengenali kaitan dan keberlanjutan yang lampau dan yang akan datang lewat praktik-praktik ketubuhan dalam tari dan koreografi.
Temu Seni dengan tema Tari yang dilaksanakan di Bali melibatkan 18 peserta dari berbagai provinsi, 2 fasilitator, yaitu peneliti dan kurator seni pertunjukan, Helly Minarti dan seniman teater dan penulis, Joned Suryatmoko, serta 6 narasumber; kurator dan pendidik seni rupa, I Made Susanta Dwitanaya, sastrawan dan dosen, I Ketut Eriadi Ariana, sastrawan dan peneliti, Ni Made Ari Dwijayanthi, sastrawan dan penulis, Carma Citrawati, pengajar dan ahli gizi, I Putu Suiraoka dan penari senior, I Ketut Rina.