Jumat, November 15, 2024

Ekstrakurikuler dan kepemimpinan, salah satu kunci seleksi masuk universitas terbaik dunia

Must read

Membaiknya situasi pandemi di seluruh dunia memantik kembali harapan para orang tua untuk memberangkatkan anaknya menempuh pendidikan di universitas terbaik, seperti Ivy League dan universitas kelas dunia lainnya seperti Stanford, MIT, dan UC Berkeley.

Sayangnya, perjuangan menembus universitas-universitas ini tidaklah mudah. Terlebih tahun ini, hampir seluruh universitas terbaik dunia mencatatkan angka rata-rata penerimaan yang semakin rendah seiring tingginya minat calon mahasiswa. Untuk menembus ketatnya seleksi pendaftaran di universitas-universitas tersebut, tentunya para orang tua membutuhkan informasi memadai untuk mempersiapkan putra-putrinya dengan sebuah strategi khusus.

Dalam Press Conference Crimson Education (10/08), Daniel Chung, Former Associate Director of Admissions di Stanford University yang hadir secara virtual menjelaskan bahwa memang banyak orang tua yang hanya berfokus pada nilai akademik untuk mengantar anak-anaknya masuk ke universitas pilihan.

“Mungkin praktik semacam ini umum berlaku di sistem pendidikan berbagai negara. Namun, berbeda halnya jika ingin memasuki universitas sekelas Ivy League di Amerika Serikat (AS), cemerlang secara akademis saja tidaklah memadai. Siswa yang tidak mencantumkan aktivitas ekstrakurikuler dan pengalaman kepemimpinan dalam aplikasinya akan sulit dipertimbangkan masuk ke universitas AS mana pun – apalagi Ivy League,” papar Daniel Chung.

Dalam lingkungan kompetitif ini, prestasi akademis tidak selalu cukup untuk mendapatkan pengakuan dan membuat siswa tersebut diterima di universitas unggulan. Setiap tahunnya, universitas-universitas unggulan di AS menerima puluhan ribu aplikasi, tetapi hanya sebagian kecil mahasiswa yang diterima.

Saat menyeleksi puluhan ribu aplikasi — umumnya dari siswa-siswi berprestasi seluruh dunia — pihak universitas akan menilai calon mahasiswa secara holistik, sehingga kegiatannya di luar ruang kelas turut memberikan bobot yang besar. 

Sebagai contoh, Stanford menolak 69% calon mahasiswa dengan skor SAT sempurna dalam lima tahun terakhir. Universitas-universitas unggulan di AS seperti Stanford ingin melihat mahasiswa yang dapat membawa pengaruh positif bagi budaya kampus dan menambah kekayaan sejarah alumninya, sehingga tolok ukur tidak lagi sekadar skor SAT sempurna, tetapi juga kegiatan ekstrakurikuler dan pengalaman kepemimpinan. Inilah yang menjadi fokus pengembangan Crimson Education, konsultan pendidikan yang menyediakan bimbingan bagi siswa-siswi sekolah menengah yang berambisi untuk menembus ketatnya seleksi penerimaan di universitas-universitas kelas dunia. 

Vanya Sunanto, Country Manager, Indonesia at Crimson Education menjelaskan lebih lanjut mengenai fokus layanan Crimson Education dalam membimbing siswa sekolah menengah melampaui standar menjadi siswa cemerlang secara akademis untuk menembus seleksi masuk universitas unggulan.

“Bersama Crimson, siswa akan dibimbing menjalankan inisiatif yang sesuai minat dan ketertarikan mereka dengan menyoroti kreativitas, kemampuan analisis, kemampuan berpikir kritis, dan berbagai hal lainnya yang akan menjadi bekal mereka dalam perkuliahan nanti.”

“Dengan cara ini, siswa berkesempatan untuk menonjolkan diri dan menunjukkan kepada pihak universitas bahwa mereka memiliki segala kualitas yang pihak universitas cari dalam diri mahasiswa tingkat sarjananya: kecerdasan; kepraktisan; keberanian; kedewasaan; fokus; determinasi; kemampuan untuk bertindak lanjut (follow-through); serta kemampuan berorganisasi dan kepemimpinan. Statistik kami telah membuktikan bahwa nilai pendekatan ini berhasil lebih baik dibandingkan dengan siswa yang sekadar cemerlang secara akademis dalam penerimaan universitas kelas dunia,” papar Vanya Sunanto.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article