Oleh Farid Gaban
Subsidi BBM itu subsidi tidak langsung. Bukan bensin atau solar yang dibagikan secara langsung. Ada komponen harga energi dalam setiap harga barang dan jasa yang kita beli. Subsidi BBM membuat harga-harga kebutuhan relatif rendah. Jika harga energi naik, dampaknya sangat besar bagi mereka yang miskin.
Sekitar separuh keluarga di Indonesia masuk kategori miskin dan rentan miskin (near poor), dengan pendapatan sekitar Rp 2 juta per bulan (garis kemiskinan versi pemerintah).
Ketika Pemerintah menaikkan harga Pertalite secara dramatis, hampir 50%, dampaknya sangat nyata bagi mereka.
Coba kita bikin simulasi kenaikan harga kebutuhan pokok: sandang, pangan dan papan. Kebutuhan itu universal, berlaku untuk orang kaya maupun miskin.
Jika kenaikannya Rp 10.000 per hari saja per keluarga, maka dalam sebulan Rp 300.000. Bagi kelompok rentan miskin tadi, kenaikan akibat kenaikan harga BBM itu besarnya 15%. Bagi yang lebih kaya, berpendapatan Rp 10 juta misalnya, itu cuma 3%.
Kenaikan harga BBM memukul keras kelompok miskin dan rentan miskin yang jumlah mayoritas di Indonesia.
Subsidi langsung, bantuan langsung tunai (BLT), yang cuma selama 3 bulan, tidak artinya, bahkan jika terdistrubusi dengan baik.
Beban subsidi BBM
Subsidi energi fosil (BBM) bukan kebijakan publik yang baik. Tapi, mengingat bahwa energi itu kebutuhan pokok, sebagian besar negara di dunia, termasuk Eropa & AS, melakukannya. Subsidi memang lebih besar di negara berkembang. Dan dalam kelompok itu, beban subsidi Indonesia termasuk paling rendah.