Vanya Sunanto menceritakan, “Kami memiliki seorang alumnus yang sejak kecil gemar merakit slot car, karena kegemaran tersebut membangun hubungan yang kuat antara ia dengan ayahnya. Setelah menggemari slot car selama bertahun-tahun, tumbuhlah ketertarikan terhadap engineering dalam dirinya. Ia mulai bercita-cita untuk memelajari engineering pada tingkat perguruan tinggi. Namun, selain mengambil beberapa kursus singkat, ia tidak memiliki pencapaian besar untuk memperkuat profilnya dalam seleksi penerimaan universitas di AS maupun Inggris.”
“Setelah mendaftar layanan Crimson, kami membimbingnya untuk aktif berkompetisi, menjuarai kompetisi-kompetisi yang ia ikuti, dan meluncurkan inisiatif podcast dengan menghadirkan pakar-pakar engineering sebagai tamunya. Alhasil, ia diterima di Imperial College London, University of Leicester, University of Nottingham, University of Southampton, UC Berkeley, dan Purdue University sekaligus. Melihat keberhasilan seorang pelajar Indonesia seperti itu benar-benar membanggakan.”
Tidak dapat dipungkiri bahwa pendekatan holistik dalam sistem pendidikan AS dan Inggris ini mungkin dipandang unik di mata sebagian besar masyarakat Indonesia dan menimbulkan sebuah pertanyaan: apa yang sebenarnya dicari oleh universitas-universitas unggulan di AS dan Inggris dalam diri calon mahasiswanya hingga membuat profil ekstrakurikuler dan kepemimpinan turut menjadi pertimbangan?
Dalam seleksinya, universitas-universitas unggulan di AS menilai semua calon mahasiswanya berdasarkan tiga hal utama: pencapaian akademis (dengan bobot penilaian sebesar 40%); profil ekstrakurikuler dan kepemimpinan (dengan bobot penilaian sebesar 30%); serta esai dan wawancara (dengan bobot penilaian sebesar 30%).
Universitas-universitas tersebut tidak mencari mahasiswa yang sekadar cemerlang secara akademis, melainkan mahasiswa yang cerdas, kreatif, berinisiatif tinggi, dan memiliki jiwa kepemimpinan. Mereka mencari sosok yang memiliki semangat untuk menciptakan perubahan di dunia. Di sinilah peranan profil ekstrakurikuler dan kepemimpinan dalam memperkuat aplikasi calon mahasiswa. Kegiatan ekstrakurikuler dan kepemimpinan yang terbukti membawa manfaat atau memberikan dampak sosial, meskipun pada skala kecil, akan semakin memberikan nilai lebih.
Sedikit berbeda dengan AS, universitas-universitas unggulan di Inggris memiliki kecondongan mencari sosok akademisi yang teguh menjunjung ilmu pengetahuan, sehingga bobot penilaian dalam tahapan seleksinya pun berbeda. Pencapaian akademis memiliki bobot penilaian sebesar 75%, sedangkan bobot penilaian profil ekstrakurikuler dan kepemimpinan adalah 15%, dan 10% sisanya merupakan bobot penilaian esai dan wawancara.
Kegiatan ekstrakurikuler dan kepemimpinan untuk seleksi penerimaan universitas di Inggris pun tidak dapat dipilih secara sembarang, melainkan harus memiliki keterkaitan dengan program studi yang diminati.
Anderson Tan, Extracurricular & Leadership Mentor yang turut hadir dalam seminar yang berlangsung selama dua jam tersebut menceritakan pengalaman pribadinya sebagai seorang pelajar Indonesia yang berhasil menembus universitas unggulan di Inggris dan menempuh bidang studi PPE (Philosophy, PoIitics, and Economics).
“Sejak kecil, saya menggemari video game yang berlatar belakang sejarah. Diplomasi juga menjadi topik yang saya sukai. Ketika saya berusia 14 tahun, saya mulai aktif mengikuti konferensi MUN (Model United Nations),” ungkap Anderson Tan.
“Berpartisipasi aktif dalam konferensi MUN mengharuskan saya untuk banyak membaca berita dan buku yang berkaitan dengan hubungan internasional, sejarah, dan politik. Saking senangnya saya membaca kumpulan berita dan buku-buku tersebut, tanpa saya sadari saya sudah menyelesaikan 20-30 buku dalam waktu singkat.”