Minggu, Desember 29, 2024

Prof Bagir Manan: Krisis intelektual dan ancaman kemerdekaan pers dari RUU KUHP

Must read

Catatan Marah Sakti Siregar

Prof. Dr. Bagir Manan, S.H.,MCL sedang merisaukan dunia pers dan kaum intelektual Indonesia. “Saya merasa saat ini sedang terjadi krisis intelektual. Intelectual Crisis. Kehidupan intelektual kita seperti mandek,” kata mantan Ketua Dewan Pers (2010-2016) itu, Senin siang, (14/11/22) ketika menyampaikan sambutan pengantar untuk peluncuran buku barunya: “Problematika Pers dan Kualitas Demokrasi. Dari Konstitusi, UU ITE sampai RUU KUHP.”

Suasana mandek itu, ujar Prof Bagir, di hadapan para wartawan senior dan sejumlah mantan anggota Dewan Pers, terasa dengan makin jarang muncul adu wacana di kalangan cerdik pandai untuk mencari dan menegakkan kebenaran. Ruang diskusi sepi. Dan perdebatan intelektual yang berkualitas juga makin jarang terdengar.

Sebagai mantan Ketua Dewan Pers, dia menilai wartawan atau pers sebenarnya juga adalah kaum intelektual.

“Karena itu, saya mohon agar Dewan Pers dapat menghidupkan lagi ruang diskusi”. Antara sesama anak bangsa dan para intelektual. “Saya pun berharap pers tetap dapat menjadi avant-garde atau berada di garda terdepan, the guardian, dalam menghidupkan suasana intelektual itu,” harap mantan Ketua MA periode 2001-2008.

Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara itu memang tidak mengelaborasi lebih detil krisis intelektual yang diduganya telah terjadi. Namun, dalam diskusi dia sempat menyebut-nyebut kaum intelektual seperti halnya wartawan, selalu terkait dengan integritas dan idealisme dalam memperjuangkan: kebenaran, penyalahgunaan kekuasaan, dan pemberantasan korupsi.

Tokoh pers kelahiran Lampung itu lalu menyebut contoh wartawan senior Muchtar Lubis yang dikaguminya. Untuk memperjuangkan kebenaran yang diyakininya, Muchtar pernah dipenjarakan selama 7 tahun tanpa diadili.

Sikap dan komitmen Pemimpin Redaksi koran Indonesia Raya itu dalam memegang prinsip integritas dan idealismenya tidak berubah setelah dia akhirnya bebas dari penjara dan kemudian kembali menerbitkan surat kabarnya.

Apakah integritas dan idealisme para intelektual saat ini juga ikut mengalami krisis? Prof Bagir belum menguraikan sampai ke situ. Namun, realitasnya cukup banyak kaum intelektual yang sudah “menyeberang” melepaskan integritas kepakarannya ketika berhadapan dengan kepentingan pragmatis kekuasaan. Seperti yang dipertontonkan sejumlah intelektual dalam pro kontra revisi RUU KPK, penyusunan Omnibus Law dan penyusunan RUU KUHP.

Photo by camilo jimenez on Unsplash

Ancaman RUU KUHP atas pers

Prof Bagir Manan baru bulan lalu (6 Oktober 2022) memasuki usia 81 tahun. Nyaris, setiap ulang tahun selalu ada buku yang ditulis atau catatan diskusi yang dilakoninya membahas pelbagai permasalahan hukum, konstitusi, HAM, dan kemasyarakatan. Belakangan–pasca terpilih sebagai ketua Dewan Pers– dia kerap menulis tentang permasalahan pers nasional. “Sebelumnya sudah ada empat atau lima buku (berkaitan dengan hukum) yang ditulis Prof Bagir. Ini sekedar informasi saja,” tukas Wina Armada di sela-sela diskusi.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article