Indonesia Police Watch (IPW) mengirim sinyal kewaspadaan kepada pemerintah, investor, dan para pelaku bisnis tambang terhadap maraknya mafia pertambangan. Salah satunya terkait keberadaan mafia tambang yang menggunakan modus proses hukum, sehingga terlihat legal. Model itu dikenal dengan istilah hostile take over.
”Itulah upaya paksa pencaplokan satu perseroan dengan menggunakan proses hukum yang seolah-olah legal. Proses ini biasanya didahului dengan perjanjian-perjanjian yang dibuat antara perusahaan tambang yang memiliki IUP (Izin Usaha Pertambangan) dengan memunculkan pihak ketiga sebagai pihak yang membuat perjanjian,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam diskusi ”Beking Aparat di Balik Mafia Tambang” yang digelar Sorogan Journalist Forum di Jakarta Selatan, Rabu (21/12/2022).
Sugeng menjelaskan, modus ini antara lain dialami PT Citra Lampia Mandiri (CLM) yang bergerak di industri nikel, berlokasi di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Awalnya, kata Sugeng, ada pihak lain yang membuat perjanjian dengan pemegang saham, lalu membayar kurang dari 10 persen nilai perjanjian.
”PT CLM sebagai pemegang IUP kemudian mengadakan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) terkait pembelian saham. PPJB nilainya US$ 28,5 juta, baru dibayar US$ 2 juta. Sisanya sekitar Rp 500 miliar, hampir setengah triliun, yang belum dibayar,” urai Sugeng.
Namun, dengan modal kurang dari 10 persen itu, lanjut Sugeng, mereka hendak men-take over satu company yang memiliki IUP, kemudian tidak membayar sisanya. ”Bagaimana caranya? Dengan menggunakan satu proses legal. Dari perjanjian kemudian masuk ranah hukum, lalu mereka menangkan pertarungan di proses hukum, baik melalui proses di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), di peradilan umum, dan terakhir di kepolisian,” tambahnya.
Sugeng mengatakan, proses seperti itu bisa menjadi perdebatan ketika pihak yang merasa dirugikan melapor ke kepolisian. Menurut dia, hostile take over sebenarnya tidak bisa dilakukan jika mengacu pada aturan yang berlaku.
”Biasanya kalau di kepolisian, polisi akan menggunakan dasar legal juga yang sebetulnya sedang diperdebatkan. Dasar legal yang digunakan adalah kondisi terakhir di mana PT A mengambil alih PT B. Padahal, pengambilalihan itu sebenarnya ilegal. Ada syarat-syarat yang tidak terpenuhi. Seperti yang disyaratkan UU Minerba, peralihan saham perseroan pemegang IPU harus berdasarkan persetujuan dari ESDM,” ujarnya.