Dalam hal ini, lanjut Kardinal Ayuso, setiap orang harus mengetahui identitas keagamaan mereka tidak hanya sebagai fakta kehidupan tetapi juga sebagai kebaikan bagi kehidupan masyarakat.
“Masing-masing adalah 100% warga negara dan 100% beriman, sebagaimana diungkapkan oleh Uskup Agung Katolik pertama dan terkenal, Yang Mulia Albert Sugiyapranata, dari daerah ini, yang berbicara beberapa tahun setelah kemerdekaan tentang identitas umat Katolik di negara ini, mengundang mereka untuk melibatkan diri sepenuhnya untuk membangun negara setelah lama dijajah,” katanya.
Lebih jauh dikemukakan Kardinal Ayuso, jika seseorang menjadi sesama warga negara dengan mereka yang tidak seagama, maka dia harus dengan jujur mengakui bahwa agama mereka sama pentingnya bagi mereka seperti agama orang tersebut bagi dirinya.
“Oleh karena itu, kita harus bertindak sedemikian rupa sehingga Tuhan yang menciptakan kita bukanlah penyebab perpecahan, tetapi dasar persatuan kita,” tuturnya.
Dalam kesempatan tersebut, Kardinal Miguel Angel Ayuso Guixot MCJJ mengakui mendapat kehormatan dapat menyaksikan penandatanganan “Dokumen Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama” oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar, Dr Ahmad Al-Tayyib di Abu Dhabi.
Dapat dikatakan, tandas Kardinal Ayuso, tanpa retorika apa pun, penandatanganan dokumen Human Fraternity tersebut merupakan tonggak sejarah dalam jalur dialog antaragama. Tonggak adalah titik di sepanjang jalan, bukan awal maupun akhir.
“Kita harus bekerja sama dalam berbagai cara untuk memajukan persaudaraan manusia dan hidup secara konkret dalam kehidupan kita sehari-hari. Saya sangat berterima kasih atas apresiasi Anda (UIN Sunan Kalijaga) terhadap Dokumen ini, yang sudah memotivasi Anda untuk mengadakan acara yang berarti ini. Peristiwa bersejarah hari ini merupakan kontribusi yang berani untuk memajukan dan memperkuat persaudaraan manusia, guna membangun dunia yang damai dalam kocksistensi bersama,” katanya.
Kolaborasi antaragama, menurut Kardinal Ayuso, dapat dan harus mendukung hak setiap manusia, di setiap belahan dunia dan setiap saat.
“Kita semua adalah anggota dari satu keluarga manusia dan dengan demikian, kita memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga dunia ini. Janganlah kita lupa bahwa di dasar setiap kolaborasi atau dialog, ada akar kemanusiaan kita yang sama. Ini berarti bahwa kita tidak memulai dialog dari nol: selalu ada kemanusiaan kita bersama, dengan segala aspek eksistensial dan praktisnya, yang menyediakan tempat perjumpaan yang dibutuhkan,” ucapnya.
Paus Fransiskus, sebut Kardinal Ayuso, menekankan dalam pesannya baru-baru ini untuk Hari Perdamaian Dunia ke-56 pada 1 Januari 2023 lalu, katanya: “Tentu saja, setelah mengalami langsung kerapuhan hidup kita sendiri dan dunia di sekitar kita, kita dapat mengatakan bahwa pelajaran terbesar yang kita petik dari Covid-19 adalah kesadaran bahwa kita semua saling membutuhkan. Bahwa harta kita yang terbesar namun juga sekaligus yang paling rapuh adalah kemanusiaan kita bersalah sebagai saudara dan saudari….”