Transformasi digital sudah menjadi kebutuhan bagi dunia industri saat ini khususnya sektor farmasi. Pandemi Covid-19 telah menjadi salah satu faktor yang mempercepat proses tersebut, sehingga banyak operasional bisnis saat ini bisa dipersingkat dan lebih efisien karena adanya teknologi yang memadai.
Menurut Yudhi Arieffianto, General Manager IT PT Phapros Tbk, karakteristik industri farmasi berkaitan erat dengan regulasi-regulasi pemerintah, seperti tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), penggunaan bahan, pengolahan, infrastruktur hingga sistem komputerisasinya.
“Proses-proses bisnis ini membutuhkan adopsi teknologi, tidak saja di bagian produksi, tapi juga mencakup rantai pasokannya. Dan pemilihan teknologinya dipengaruhi oleh produk yang dipasarkan dan yang paling berkontribusi terhadap pertumbuhan,” tuturnya dalam acara webinar Pemanfaatan Teknologi Digital dalam Industri Farmasi bersama Sahamology baru-baru ini di Jakarta.
Yudhi mengatakan, digitalisasi teknologi bisa membantu tim operasional seperti melakukan pengecekan status produksi, kendala yang sedang dihadapi, titik kemacetan atau bottle neck, yang semuanya bisa divisualisasi. Sebelumnya, tim lapangan tidak punya akses untuk melihat product availability sehingga banyak yang luput untuk diawasi.
“Demikian juga dari sisi pengadaan. Ketika kita menerima terlalu banyak pesanan, maka butuh sistem reminder agar tidak terlewat, sistem monitoring untuk melihat apakah barangnya sudah datang atau belum, sudah ditempatkan atau belum, juga apakah sudah terdistribusi atau masih di pabrik,” ungkapnya.
Menurutnya, industri farmasi merupakan industri padat modal yang tidak saja membutuhkan investasi besar pada mesin, tapi juga kualifikasi ruangan serta persyaratan infrakstruktur.
“Teknologi itu butuh investasi, saat kesenjangan proses sudah teridentifikasi, maka saat itu sudah bisa dicari teknologi yang sesuai dengan portofolio produk kita dan kebutuhan kita.”
Yudhi mencoba menganalogikan pemanfaatan teknologi dari sisi penghematan. “Misalnya, kita memilih teknologi yang bisa menghemat waktu sekian jam dalam proses produksi atau manajemen. Lalu kita kalkulasikan menjadi nilai rupiah, anggap saja penghematannya senilai 100 juta rupiah, sedangkan harga teknologinya 500 juta. Artinya, dalam lima bulan modal sudah bisa kembali.”
Yudhi menambahkan bahwa proses digitalisasi teknologi yang dilakukan oleh Phapros cukup kompleks, karena terkait dengan regulasi dari otoritas yang berwenang.