UU memang memberi kelonggaran waktu dua tahun. Artinya waktu yang diberikan hampir habis. Bisnis nikel belum ada yang siap. Belum satu pun pabrik smelter jadi. Ini mau diapakan.
Kami hanya bertiga. Tidak saling membawa staf. Kami bertiga satu ide: tidak boleh ada kelonggaran. Tidak boleh ada dispensasi. Hilirisasi harus terlaksana. Tidak akan ada perpanjangan.
Heboh. Tidak mungkin. Mana bisa membangun smelter baru dalam 6 bulan. Para pengusaha minta dispensasi: agar tetap boleh ekspor tanah-air berisi nikel. Termasuk BUMN seperti PT Antam.
Tapi kami bertiga bergeming. Presiden mendukung kesepakatan kami. Ekspor bahan mentah pun terhenti. Entah kalau ada permainan di baliknya.
Tidak mudah memaksakan hilirisasi.
Harus kerja keras.
Ekspor kayu gelondongan dan tanah-air berisi nikel tidak perlu kecerdasan. Maka saat terjadi heboh-heboh pembangunan smelter nikel di Morowali, saya bersimpati kepada Luhut. Tantangan begitu besar. Tidak ada hal besar yang bisa dilewati dengan mudah. Kini smelter menjadi pioneer hilirisasi hasil tambang.
Luhut pun membuat kejutan baru: ekspor bahan mentah bauksit segera dilarang. Tahun ini juga. Hebohnya tidak lagi seperti nikel. Dunia usaha sudah tahu: pemerintah tegas. Tidak bisa ditawar-tawar lagi. Tidak akan ada dispensasi.
Saya ingat, dulu, begitu UU dilahirkan, pengusaha tenang-tenang. Anggapan mereka: pasti ada dispensasi. Apalagi kalau pengusaha kompak: tidak ada yang membangun smelter. Pemerintah pasti takut kehilangan devisa dari ekspor bahan mentah.
Sikap pengusaha seperti itu kini tidak ada lagi.
Saya lihat sendiri di lapangan.
Di Kalbar. Kota Pontianak begitu sibuk. Hotel penuh. Banyak sekali pengusaha yang sedang menyiapkan smelter bauksit di sana.
Kalbar akan segera menjadi pusat pengolahan bauksit. Pun ketika daerah itu belum punya cukup listrik. Mereka bersiap membangun pembangkit listrik sendiri. PLN harus cepat-cepat berlari. Agar tidak ketinggalan langkah di Kalbar.
Luhut telah menjadi sosok pemimpin yang tegas, tahan banting, ngotot, tidak mudah goyah – yang dalam kamus politik bisa disebut sosok seperti teflon.
“Saya kan sudah tua. Batak. Kristen. Jadi tidak ada yang mem-bully saya sebagai orang yang berambisi jadi presiden,” ujarnya suatu ketika.