Terakhir seputar ngototnya merelokasi SDN Pondok Cina 1, meski sudah diprotes wali murid. Dan ngototnya membangun masjid Jami Al-Quddus di Jalan Margonda Raya, kawasan pusat kota yang terkenal karena kemacetannya.
M Idris ngotot merelokasi SDN Pondok Cina 01 lantaran dia mau membangun Masjid Agung, dengan dalih telah lama direncanakan dan sudah mengantongi izin dari Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Seandainya M Idris benar benar “memahami karakter warga Depok”, masjid agung itu, tentulah, sudah berdiri dan para murid yang harus pindah itu, sudah menempati sekolah baru.
Nyatanya, lantaran mendapat perlawanan, sampai kini masjid itu belum terbangun. Terus tertunda.
Bahkan, Menko PMK, Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR, Itjen Kemendagri, Ombudsman RI, Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, kementerian/lembaga, harus ikut “cawe cawe” menanggapi gagasan “ngasal” dan sektarian dari Walikota PKS ini.
Sebelumnya, M Idris jadi berita karena disebut-sebut berada di belakang kebijakan melakukan razia kalangan lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) di Kota Depok, sebagai reaksi spontan meledaknya kasus Reynhard Sinaga; predator seksual pemerkosa berantai terbesar dalam sejarah Inggris yang heboh pada 2020 lalu dan diketahui ber-KTP Depok. Belakangan, dia membantah telah mengeluarkan kebijakan seperti it
Kontroversi lainnya dari kepemimpinan M Idris adalah munculnya Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengenai Penyelenggaraan Kota Religius (PKR). Melalui Raperda itu, warga kota Depok akan diatur tentang bagaimana menjalankan ajaran agama dan kepercayaannya, termasuk cara berpakaian.
Tak pelak, raperda tersebut memicu kontroversi karena dinilai diskriminatif dan dapat memicu konflik antarumat beragama.
Depok adalah kota plural, kota bhinneka. Bahkan kota ini, merujuk pada sejarahnya, kondang dengan sebutan “Belanda Depok” dengan warga Kristen sebagai cirinya.
PKS lah yang menjadikan Depok jadi kota Ikhwanul Muslimin, kota “akhi, ukhi, antum, yarmukallah, syafakallah”, kota Islam impor, Islam baru, kadrun, kearab-araban dan Iintoleran.
Kebijakan “pekok” lainnya dari M . Idris adalah pemisahan parkir laki-laki dan perempuan – sekaligus kebijakan pertama di Indonesia – mungkin juga di dunia – di mana kendaraan bermotor di lahan parkir dipisahkan berdasarkan gender. Memang kapan ada peristiwa pelecehan gara-gara parkir kendaraan laki laki perempuan dicampurkan?
Bahkan ada komika yang mengolok-olok ide parkir khusus perempuan itu penghinaan, karena menyamakan perempuan dengan kaum difabel.