Oleh Farid Gaban
Kita membutuhkan solusi sistemik tentang arah dan tujuan pembangunan, yang selama ini cenderung neoliberal. Suara-suara untuk mengoreksi cara dan pendekatan lama dalam pembangunan kian lantang di seluruh dunia.
April 2021, misalnya, 170 lebih akademisi Negeri Belanda mengusung usulan strategis pembangunan pasca-Covid, yang pada intinya merupakan koreksi terhadap pendekatan neoliberal. Judul usulan mereka: “Manifesto for post-neoliberal development.”
Di luar itu, dalam beberapa tahun terakhir juga berkembang pemikiran baru dalam bidang ekonomi, yakni “blue economy” yang dirumuskan oleh Gunter Pauli, ekonom Belgia. Bertumpu pada alam dan menghormati alam, ekonomi biru juga menjadi koreksi mendasar terhadap neoliberalisme.
Ekonomi biru banyak diilhami oleh pemikiran EF Schumacher, penulis buku “Small is Beautiful” yang terbit pada 1970-an; pandangan Mahatma Gandhi tentang swadesi (kemandirian); serta gagasan koperasi sebagai gerakan (movement) yang di sini dipromosikan Bung Hatta.
Bersama The Club of Rome pada 1970-an, Schumacher mengkritik pendekatan pertumbuhan ekonomi, yang memicu dehumanisasi dan merusak alam.
Dalam beberapa tahun terakhir juga berkembang pemikiran tentang pembangunan berkelanjutan. Indonesia sendiri ikut menandatangani deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa 2015 tentang Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals).
Deklarasi itu mencakup 17 sasaran. Tapi bisa disarikan menjadi tiga sasaran utama, yakni ekonomi, sosial, lingkungan, yang harus dicapai secara seimbang.
Manifestasi kongkritnya: mengelola modal alam (natural capital) dengan lebih baik; membangun manusia (invest in people); memperkuat sektor ekonomi ramah alam.
MERUMUSKAN HALUAN BARU PEMBANGUNAN
Saya mencoba merumuskan haluan baru pembangunan berdasar pengalaman empiris dua kali keliling Indonesia dan mengambil rujukan dari sejumlah pikiran di atas.
(1) DARI GDP KE HUMAN DEVELOPMENT INDEX
Belakangan banyak orang memperkenalkan ukuran baru untuk menilai sukses pembangunan: indeks kebahagiaan atau mutu hidup manusia, yang lebih penting dari sekadar statistik ekonomi-makro.