Pertama, jelas kenaikan harga bahan bakar avtur penyumbang medali emas dalam kenaikan harga tiket pesawat. Untuk harga avtur sendiri, bila kita bandingkan antara negara tetangga seperti Singapura, Vietnam dan Malaysia, harga di Bandara Soekarno Hatta masih cukup kompetitif sebelum pajak.
Banyak kesalahpahaman, kenaikan harga avtur menjadi tanggung jawab Pertamina, di mana hal sebenarnya adalah harga produk tersebut yang fluktuatif. Apalagi saat ini tren kenaikan harga minyak dunia terus terjadi, dipastikan harga avtur akan mengerek naik harga tiket pesawat.
Kedua, adanya pengenaan pajak penjualan pada bahan bakar avtur dan tiket pesawat. Bila kita bandingkan dengan negara tetangga sekitar, pengenaan pajak di kedua hal tersebut tidak ada atau minimal. Bukan berarti untuk menurunkan harga tiket pesawat PPn tersebut harus dihilangkan, namun setidaknya kita tahu bahwa ada dua komponen pajak di dalamnya.
Ketiga, masih adanya cukai impor masuk atas komponen, suku cadang dan peralatan perawatan pesawat yang mana di penerapannya di negara tetangga cukup rendah bahkan ada yang nol.
Keempat, keterbatasan lahan di bandara-bandara besar dalam negeri untuk ketersediaan MRO (maintenance, repair and overhaul) pesawat, sehingga masih banyak pesawat milik maskapai nasional diperbaiki dan melaksanakan perawatan rutinnya di luar negeri.
Kelima, beban operasional bandara mempunyai kontribusi langsung pada biaya operasional maskapai, khususnya pengembangan landasan, pembangunan terminal dan bandara baru, peremajaan alat-alat dan kendaraan operasional bandara.
Sebelumnya seperti yang disebutkan di atas, antrean pesawat yang hendak take-off dan landing juga cukup memakan bahan bakar yang ujung-ujungnya menaikan biaya maskapai. Kita sering mendengar para pilot meminta maaf kepada penumpang, karena harus menunggu diberi ijin untuk mendarat dikarenakan antrean pesawat yang akan mendarat.
Selain itu jam operasional yang terbatas di bandara-bandara Indonesia bagian tengah dan timur (sebagian besar hanya beroperasi hingga jam 18.00 waktu setempat) menyebabkan jam operasional dan rotasi pesawat tidak optimum sehingga juga menaikan biaya operasional maskapai.
Dari beberapa hal di atas, ada lagi hal-hal lain yang perlu perbaikan dan diharapkan bisa menurunkan biaya operasional maskapai antara lain, perlunya bantuan pemerintah untuk memfasilitasi kerjasama (kalau bisa memaksa) dengan pabrikan luar negeri yang seharusnya membangun industri komponen dan suku cadang pesawat di dalam negeri, mengingat populasi pesawat di Indonesia termasuk yang besar di kawasan regional.