Selain itu, Kemenhub diharapkan menyiapkan inspektur pengawas keselamatan penerbangan udara lebih handal, yang mana mau tidak mau, tidak bisa disamakan dengan inspektur pengawas trabsportasi darat.
Kita tahu inspektur pengawas transportasi darat dan udara saat ini dalam eselon dan renumerasi yang sama, sehingga maskapai nasional masih bisa “cincai” bila terdapat temuan terkait keselamatan terbang. Layaknya “animal insting” seekor macan akan memakan rusa yang ada di kebun binatang, tanpa ada pengawasan yang ketat dari petugas kebun binatang.
Begitu juga hal nya di industri penerbangan, tanpa pengawasan yang ketat, adalah normal maskapai akan menjalankan “animal-insting”-nya untuk menekan biaya namun hal tersebut bisa membahayakan keselamatan, yang berujung malah menaikan biaya operasional maskapai secara nasional.
Seorang pengawas FAA (Federal Aviation Administration/ badan pengawas penerbangan Amerika Serikat) pernah mengatakan kepada penulis, bahwa tidak perlu panjang mengecek teknis keselamatan pesawat, cukup dengan interview penghasilan versus pengeluaran selama setahun dari seorang inspektur pengawas di suatu negara, maka bisa dilihat level safety yang ada di suatu negara.
Bila pengeluaran atau apa saja yang dimiliki seorang inspektur tersebut melebihi apa yang didapat dari gaji setahun, maka bisa dipastikan inspektur pengawas tersebut mendapat keuntungan dari sistem pengawasan yang dilakukannya.
Mungkinkah ini penyebab semua maskapai Indonesia masih dilarang terbang ke Amerika Serikat? Walahualam.
Pengoperasian yang lebih efisien dari bandara akan membantu maskapai dalam menurunkan biaya operasionalnya. Dengan persetujuan pemegang saham dan regulator, depresiasi biaya pembangunan dan perawatan dapat ditarik lebih panjang sehingga per satuan unit akan menurunkan biaya yang dikenakan ke maskapai.
Selain itu contoh lain yang bisa ditempuh, sebaiknya ada perbedaan pengenaan biaya yang dikenakan pada jam sibuk dan jam sepi. Maskapai masih dikenakan biaya yang sama atas penggunaan garbarata (sky bridge) di jam sepi dan jam sibuk, di mana bila pada jam sepi digratiskan namun dinaikkan pada jam sibuk, kurang lebih akan bisa menurunkan biaya tiket pada jam sepi.
Mari kita jaga piramida transportasi Indonesia tetap sehat tanpa selalu menyalahkan satu hal yang justru seharusnya kita pecahkan bersama untuk Indonesia Maju.
Ari Askhara, Pengamat Transportasi Indonesia