Pada 27 November, ratusan aktivis, tokoh antikorupsi, tokoh pers, pengajar dan guru besar mengeluarkan satu seruan menjelang kampanye pemilu dimulai. Seruan diinisiasi oleh Forum Lintas Generasi yang melakukan mimbar akademik terbuka di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara.
Tuan rumah forum ini Simon Petrus Lili Tjahjadi, Ketua STF Driyarkara; Yustinus Prastowo, Ketua Ikatan Alumni Driyarkara; Omi Komaria Madjid, Ketua Dewan Pembina Nurcholish Madjid Society; Sulistyowati Irianto, Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia; Erry Riyana Hardjapamekas, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi 2003-2007; Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama RI 2014-2019; Goenawan Mohamad, sastrawan dan perupa; Adrianus Lambu, Ketua Senat Mahasiswa STF Driyarkara; Acep Jamaludin, Poros Anak Muda Sosia Politika; dan Alan Pasaribu, Rublikpol UIN Jakarta, dimoderasi oleh Alif Iman, mahasiswa STF Driyarkara/salah satu inisiator Maklumat Juanda.
Dalam mimbar yang dimulai pukul 13.00, forum dibuka dengan sekapur sirih oleh Dr Karlina Supelli, Direktur Pascasarjana STF Driyarkara. Forum juga diisi dengan pernyataan-pernyataan di antaranya dari Ketua AJI Sasmito Madrim, tokoh pers Arif Zulkifli, pengajar Yanuar Nugroho, Salman Alfathan dari Bijak Memilih. Turut hadir psikolog Tika Bisono dan mantan Ketua KPK Taufiequrrahman Ruki.
Mimbar ini diikuti juga melalui daring oleh puluhan guru besar, tokoh pendidikan, seniman, aktivis dan wartawan.
“Kami mengajak seluruh rakyat Indonesia agar berani Bersuara Jujur dan Jernih dalam menghadapi Pemilu demi menghidupkan kembali budaya yang mengutamakan kemaslahatan umum, bukan kepentingan sempit elit politik,” kata Karlina Supelli saat memberi pengantar mimbar.
Berikut Seruan Jembatan Serong selengkapnya:
Hari-hari mendatang ini, nasib demokrasi Indonesia dipertaruhkan. Apakah tanah air akan berjalan sesuai dengan cita-cita Proklamasi dan dasar Pancasila, atau sebaliknya menjadi ajang permainan politik dinasti dan oligarki.
Demokrasi kita kehilangan adab karena penguasa memanipulasi lembaga negara untuk kepentingan politik keturunannya. Praktik ini memprihatinkan dan mengingatkan kita kepada amanat reformasi, yakni penghapusan korupsi, kolusi dan nepotisme. Ini berarti spirit republik hilang dalam penyelenggaraan negara. Politik dipertontonkan tanpa peduli pada kepantasan etik dan moral bangsa demi kelanjutan kekuasaan.
Untuk itulah kami berseru dan bertekad untuk menegakkan negeri yang adil dan merdeka, yang menyediakan kesempatan yang setara kepada tiap putra-putri Indonesia. Tanpa nepotisme, tanpa kelompok dan keluarga dengan hak-hak istimewa.